Renungan Isbal
MUQODDIMAH
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِی خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسࣲ وَ ٰحِدَةࣲ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالࣰا كَثِیرࣰا وَنِسَاۤءࣰۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِی تَسَاۤءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَیۡكُمۡ رَقِیبࣰا
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَقُولُوا۟ قَوۡلࣰا سَدِیدࣰا یُصۡلِحۡ لَكُمۡ أَعۡمَـٰلَكُمۡ وَیَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۗ وَمَن یُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِیمًا (الأحزاب : ٧١-٧٢). أما بعدُ
Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Saya bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam adalah hamba dan Rasul-Nya.
Semoga shalawat serta salam tetap tercurah limpahkan kepada Baginda Mulia Rasulullah Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam, beliau yang seyogyanya menjadi suri tauladan kita yang baik, baik dari segi Beramal, beribadah, ataupun bermuamalah, Tak lupa juga kepada keluarganya, para Shahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari Kiamat.
Saudaraku, Rahimakallah, Allah Azza Wa jalla berfirman, ketahuilah jika kita terjadi perselisihan, maka kembalikan kepada Allah dan dan Rasulnya
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ أَطِیعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِیعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِی ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَـٰزَعۡتُمۡ فِی شَیۡءࣲ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡیَوۡمِ ٱلۡـَٔاخِرِۚ ذَ ٰلِكَ خَیۡرࣱ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِیلًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
(Surat An-Nisa' 59)
Ucapan Terima Kasih dan rasa syukur kepada Ayah dan ibu penulis Bapak Nanu Fazrudin Spd.I Hafidzhohullah, dan Ibu Penulis Nurhasanah Hafizhohallah. Dan juga para guru dan Asatidz penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu, dan rekan-rekan perjuangan di Kampus UIM, saya haturkan “Jazakumullah Khoiron Katsiiir”, Semoga Allah membalas dengan Sebaik-baik ganjaran.
Semoga buku kecil ini bermanfaat bagi penulis dan kaum Muslimin, dan mudah-mudahan usaha ini ikhlas Karena Allah Azza Wa Jalla, dan menjadi timbangan kebaikan pada hari Kiamat. Tentu Buku kecil ini pasti banyak kesalahan sana sini, maka mohon saran dan masukan yang membangun untuk penulis.
Alhamdulillah dengan izin Allah, inilah buku kecil kedua yang ditulis penulis, Diselesaikan di Madinah Al-Munawwaroh, pada tanggal 23 Dzulqo’dah 1441/ 14 Juli 2020, dengan judul "Renungan Iqbal"
A. Definisi Isbal
Isbal secara bahasa mashdar dari kata (أسبل – يسبل – إسبالا) , yang bermakna “Irkho'an” yakni menurunkan, melabuhkan, dan juga memanjangkan.
Sedangkan menurut Istilah adalah
إطالةُ الثَّوبِ إلى ما تحتَ الكعبَين
Memanjangkan, menurunkan, atau melabuhkan pakaian (sarung, celana, jubah, dan sejenisnya) hingga menutupi atau melebihi mata kaki”
(An-Nihayah Ibnul Atsir : 2/339, Syarh Nawawi Ala Muslim : 14/62, Al-Majmu’ : 4/457)
Atau juga
إِرْسَال الشَّيْءِ مِنْ عُلُوٍّ إِلَى سُفْلٍ
“Menurunkan sesuatu (pakaian) dari atas ke bawah”
(Mausuah Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah : 3/142)
B. Keutamaan Tidak Isbal dan Larangan Isbal
Keutamaan Tidak Isbal
1. Mengambil sunnah Rasul dan merupakan bagian ajaran islam itu sendiri
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menasehati pemuda, yaitu Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma, untuk mengangkat pakaiannya sampai setengah betis.
مررت على رسول الله صلى الله عليه وسلم وفي إزاري استرخاء فقال: يا عبد الله ارفع إزارك! فرفعته. ثم قال: زد! فزدت. فما زلت أتحراها بعد. فقال بعض القوم: إلى أين؟ فقال: أنصاف الساقين
“Aku (Ibnu Umar) pernah melewati Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sementara kain sarungku terjurai (sampai ke tanah). Beliau pun bersabda, “Hai Abdullah, naikkan sarungmu!”. Aku pun langsung menaikkan kain sarungku. Setelah itu Rasulullah bersabda, “Naikkan lagi!” Aku naikkan lagi. Sejak itu aku selalu menjaga agar kainku setinggi itu.” Ada beberapa orang yang bertanya, “Sampai di mana batasnya?” Ibnu Umar menjawab, “Sampai pertengahan kedua betis.” (HR. Muslim 2086)
Dalam hadits shohih yang lain disebutkan tentang batas pakaian seorang laki-laki dari Sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu anhu
أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَسْفَلِ عَضَلَةِ سَاقِي أَوْ سَاقِهِ، فَقَالَ : " هَذَا مَوْضِعُ الْإِزَارِ، فَإِنْ أَبَيْتَ فَأَسْفَلَ، فَإِنْ أَبَيْتَ فَأَسْفَلَ، فَإِنْ أَبَيْتَ فَلَا حَقَّ لِلْإِزَارِ فِي الْكَعْبَيْنِ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memegang betisku dan bersabda: “Ini adalah batas pakaian, jika engkau tidak mau (ingin menambah panjangnya) maka boleh dibawahnya sedikit, dan jika engkau tidak mau, maka tidak diperbolehkan pakaian melebihi mata kaki."
(H. R Tirmidzi no. 3572, Ibnu Majah no. 17782, dan Ahmad no. 23243)
2. Menjadikan Rasulullah Uswatun Hasanah
Dalam suatu hadits disebutkan, tentang kisah seorang Sahabat, kemudian Rasulullah menegur beliau supaya menjadikan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam suri teladan yang baik. Inilah kisahnya
Ubaid bin Khalid al-Muharibi Radhiallahu anhu berkisah..
“Saat aku berjalan di kota Madinah, aku adalah seorang pemuda yang memakai sekadar burdah putih, yang terjulur kebawahnya, tiba-tiba datanglah seseorang, dan meliputiku dengan tongkat bersamanya, kemudian ia berkata dari belakangku, ‘Angkatlah pakaianmu! Sungguh, itu bisa menambah takwamu’.”
فَالْتَفتُّ، فَإِذَا هُوَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ مَلْحَاءُ. قَالَ : " وَإِنْ كَانَتْ بُرْدَةً مَلْحَاءَ،
Lalu aku memilirik kebelakang, Ternyata, orang tersebut adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Aku menjawab, “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya ini hanya sekadar burdah putih.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda.
أَمَا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ؟ فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارُهُ إلى نصف ساقيه
“Apakah engkau tidak ingin meneladani diriku?”Aku pun memerhatikan sarung beliau, ternyata sampai di pertengahan betis.
(HR. Tirmidzi dalam Syamail Muhammadiyah dan dinyatakan Shohih oleh Al-Albani dalam Mukhtasornya : 97)
3. Lebih bertakwa dan lebih Bersih
Dalam hadits yang panjang didalam shohih bukhori disebutkan, tentang kisah akhir hidupnya Umar Bin Khattab ketika beliau sudah ditusuk seorang Abu Lu’luah Al-Majusi, beliau meminta mencegat seorang pemuda supaya kembali, ini juga membuktikan bahwa isbal ini merupakan yang besar, yang tidak bisa dianggap remeh. Dan ini merupakan kisahnya
وَجَاءَ رَجُلٌ شَابٌّ فَقَالَ : أَبْشِرْ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ بِبُشْرَى اللَّهِ، لَكَ مِنْ صُحْبَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدَمٍ فِي الْإِسْلَامِ مَا قَدْ عَلِمْتَ، ثُمَّ وَلِيتَ فَعَدَلْتَ، ثُمَّ شَهَادَةٌ. قَالَ : وَدِدْتُ أَنَّ ذَلِكَ كَفَافٌ ؛ لَا عَلَيَّ وَلَا لِي، فَلَمَّا أَدْبَرَ إِذَا إِزَارُهُ يَمَسُّ الْأَرْضَ، قَالَ : رُدُّوا عَلَيَّ الْغُلَامَ، قَالَ : ابْنَ أَخِي، ارْفَعْ ثَوْبَكَ ؛ فَإِنَّهُ أَبْقَى لِثَوْبِكَ، وَأَتْقَى لِرَبِّكَ.
Tiba-tiba datang seorang pemuda seraya berkata; "Berbahagialah anda, wahai Amirul Mu'minin dengan kabar gembira dari Allah untuk anda karena telah hidup dengan mendampingi (menjadi shahabat) Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan yang terdahulu menerima Islam berupa ilmu yang anda ketahui. Lalu anda diberi kepercayaan menjadi pemimpin dan anda telah menjalankannya dengan adil lalu anda mati syahid". 'Umar berkata; "Aku sudah merasa senang jika masa kekhilafahanku berakhir netral, aku tidak terkena dosa dan juga tidak mendapat pahala." Ketika pemuda itu berlalu, tampak pakaiannya menyentuh tanah, maka 'Umar berkata; "Bawa kembali pemuda itu kepadaku". 'Umar berkata kepadanya; "Wahai anak saudaraku, Angkatlah pakaianmu karena yang demikian itu lebih bersih pakaianmu dan lebih membuatmu taqwa kepada Rabbmu.”
(HR. Bukhari no. 300)
Larangan Isbal
4. Menyelisihi Rasulullah
Dalam suatu hadits shohih tentang batas pakaian yang terbaik dan paling utama bagi seorang muslim, beliau menyebutkan sampai pertengahan betis, dari sahabat Abi Said Al-Khudriy Radhiallahu anhu berkata, bahwasannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda
إِزْرةُ المُسلِمِ إلى نِصفِ السَّاقِ، ولا حَرَجَ- أو لا جُناحَ- فيما بينه وبين الكَعبَينِ، ما كان أسفَلَ مِن الكَعبَينِ فهو في النَّارِ، مَن جَرَّ إزارَه بطَرًا لم ينظُرِ اللهُ إليه
“Kain sarung seorang muslim sebatas setengah betis, dan tidak berdosa antara batas setengah betis hingga dua mata kaki. Adapun apa yang ada di bawah kedua mata kaki adalah di neraka. Dan barangsiapa menjulurkan kain sarungnya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat”.
(H. R Abu Daud : 4093, Ibnu Majah : 3570, Malik : 2657, Ahmad : 11010)
Menyelesihi sunnah termasuk perkara yang tidak bisa dianggap ringan, karena kewajiban setiap muslim untuk mengamalkan setiap sendi agama dalam segala perkara baik datangnya dari Al-Qur’an atau Sunnah. Allah Azza Wajalla berfirman :
فَلَا وَرَبِّكَ لَا یُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ یُحَكِّمُوكَ فِیمَا شَجَرَ بَیۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا یَجِدُوا۟ فِیۤ أَنفُسِهِمۡ حَرَجࣰا مِّمَّا قَضَیۡتَ وَیُسَلِّمُوا۟ تَسۡلِیمࣰا
Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
(Surat An-Nisa : 65)
5. Allah tidak menyukai kesombongan dan Isbal
Dalam hadits shohih yang panjang dari sahabat Jabir Bin Sulaim Radhiyallahu ‘anhu, menyebutkan bahwa isbal sendiri itu adalah kesombongan
لَا تَسُبَّنَّ أَحَدًا ". قَالَ : فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ حُرًّا وَلَا عَبْدًا، وَلَا بَعِيرًا وَلَا شَاةً. قَالَ : " وَلَا تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ، وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ ؛ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ، وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ، فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ، وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الْإِزَارِ ؛ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ ، وَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ
“Janganlah kalian mencela orang lain. Janganlah kalian meremehkan kebaikan sedikitpun, walaupun itu hanya dengan bermuka ceria saat bicara dengan saudaramu. Itu saja sudah termasuk kebaikan. Dan naikan kain sarungmu sampai pertengahan betis. Kalau engkau enggan, maka sampai mata kaki. Jauhilah Isbal dalam memakai kain sarung (pakaian). Karena Isbal itu (sendiri) adalah kesombongan. Dan Allah tidak menyukai kesombongan.”
(H. R Abu Daud no. 4084, Tirmidzi no. 2722, Ahmad no. 20632, Baihaqi no. 21623, dinyatakan shohih oleh Al-Albani dalam Shohih Sunan Abu Daud no. 4084, dan Al-Wadi’i dalam kitab Shohihul Musnad : 202)
Dalam hadits shohih yang lain disebutkan tentang teguran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada sahabatnya.
يَا سُفْيَانَ بْنَ سَهْلٍ، لَا تُسْبِلْ ؛ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُسْبِلِينَ
“Wahai Sufyan, janganlah engkau Isbal, Karena Allah tidak mencintai orang-orang yang musbil”.
(H. R Ibnu Majah no. 3574, Ahmad no. 18151, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Ash-Shohihah : 4004)
6. Diancam dengan Hukuman Neraka
Berdasarkan hadits yang sangat banyak berisi ancaman neraka, bagi yang melabuhkan pakaiannya, salah satunya masyhur dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ
“Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di dalam neraka.”
(H R Bukhori no. 5787, Muslim no. 2087, Abu Daud no. 638, Nasai no. 5330, Ibnu Majah no. 3571, Malik no. 2655, Ahmad no. 7467).
Imam Bukhori mencantumkan dalam judul bab nya bahwa yang menjulurkan dibawah kedua mata kaki didalam neraka. Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah menjelaskan, ”Demikianlah, Al-Bukhari Rahimahullah menyebutkan secara mutlak dan tidak memberikan taqyid (pembatasan) dengan ‘sarung’ sebagaimana yang terdapat di dalam lafadz hadits. Ini adalah isyarat bahwa hukum isbal berlaku secara umum baik untuk sarung, jubah, maupun pakaian lainnya.
7. Diancam Allah tidak akan memandangnya di Hari kiamat, dan Tidak akan diajak Bicara
Inilah merupakan yang paling menyedihkan, hadits shohih dari sahabat Abu Huroirah Radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ". قَالَ : فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَ مِرَارًا. قَالَ أَبُو ذَرٍّ : خَابُوا، وَخَسِرُوا، مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : " الْمُسْبِلُ ، وَالْمَنَّانُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
“Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, dan tidak akan memperhatikan mereka , dan tidak akan menyucikan mereka dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu Dzar berkata : “Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah bersabda: “Al-Musbil yakni Orang yang suka memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.”
(H. R Muslim no. 106, Abu Daud no. 4087, Tirmidzi no. 1211, An-Nasai no. 2563, Ibnu Majah no. 2208, Ad-Darimi no. 2647, Ahmad no. 21318)
Inilah beberapa keutamaan tidak isbal dan larangan isbal, banyak sekali hadits yang shohih tentang larangan isbal itu sebenarnya, bahkan para ulama menyebutkan haditsnya yang mutawair, seperti yang dikatakan oleh Syaikh Bakr bin Abu Zaid Rahimahullah dalam kitabnya “Hadd Ats Tsaub Wal Uzroh Wa Tahrimul Isbal Wa Libasus Syuhroh”. Lalu pertanyaannya : Masihkah kita Isbal? Lalu Kalo seandainya kita Isbal Apakah dengan Isbal merubah seorang akan jadi jelek? Lalu apa susahnya ketika seorang mamakai celananya diatas mata kaki, sedangkan Rasul Shallallahu alaihi wasallam memakai sampai setengah betis? Bukankah kita Cinta Rasulullah? Lalu sejauh Mana kita mencintai Rasulullah?
Dan jawabannya ini kembali kepada masalah keimanan kita.
Sebenarnya jika ia adalah seorang pencari kebenaran, cukuplah satu hadits yang shohih, itu sebagai hujjah yang nyata, kemudian ia mengamalkannya sebagai bentuk kehati-hatian, akan perkara yang besar ini. Karena pada hakikatnya seorang muslim adalah seorang yang berserah diri dan tunduk dan patuh akan aturan Allah, dan berlepas diri dari kesyirikan, demi mencari keridhoan-Nya dan menggapai Syurga-Nya. Semoga Allah memberikan kita taufiq.
C. Hukum Isbal dengan Sombong
Telah sepakat para ulama bahwa Isbal dengan sombong adalah perkara yang diharamkan, dan inilah pendapat jumhur Ulama, dan juga merupakan kesepakatan 4 Madzhab yakni Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafii, dan juga Madzhab Hanbali
Imam Nawawi Rahimahullah, Seorang Ulama yang masyhur dalam madzhab Syafi’i, beliau berkata
يَحْرُمُ إطَالَةُ الثَّوْبِ وَالْإِزَارِ وَالسَّرَاوِيلِ عَلَى الْكَعْبَيْنِ لِلْخُيَلَاءِ
Diharamkan menjulurkan pakaian dan sarung dan celana dibawah mata kaki untuk yang sombong”.
(Al-Majmu’ : 4/454)
Syaikh Bin Baz Rahimahullah berkata
لا يجوزُ إسبالُ الثِّيابِ خُيَلاءَ، وأنَّه مِن كبائِرِ الذُّنوبِ
Tidak boleh (seseorang) Isbal pakaian dengan sombong, karena ia termasuk dalam dosa-dosa besar
(Majmu Fatawa Bin Baz : 8/275)
D. Hukum Isbal Tidak Sombong
Secara umum hukum isbal
terbagi menjadi 2 pendapat,
Pendapat pertama : Secara garis besar menyebutkan bahwa hukum nya “Al-Jawaz Ma’al Karahah”, boleh tapi hal ini makruh, ini merupakan pendapat kebanyakan yang mengikuti 4 Madzhab. Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata :
ويكره إسبال القميص والإزار والسراويل؛ لأن النبي - صلى الله عليه وسلم - أمر برفع الإزار. فإن فعل ذلك على وجه الخيلاء حرم، لأن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: «من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه» . متفق عليه.
Dan dimakruhkan isbal pakaian, sarung dan celana, karena Nabi Shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk menaikkan pakaian, dan jika dilakukan nya secara sombong maka haram, karena Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barangsiapa yang menjulurkan atau melabuhkan pakaiannya karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya
(Al-Mughni : 1/418)
Imam Nawawi Rahimahullah, seorang ulama besar dalam Madzhab Syafii Rahimahullah berkata :
وَيُكْرَهُ لِغَيْرِ الْخُيَلَاءِ نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ
Dan dimakruhkan tanpa sombong, dan ini nash Imam Syafii (Al-Majmu’ : 4/454)
Pendapat kedua : bahwa isbal hukumnya haram secara mutlak, dan ini terdapat dalam Riwayat Madzhab hanbali dan dari Imam Ahmad Rahimahullah, yang dinukil oleh Ibnu Muflih Rahimahullah berkata
قال أحمد رضي الله عنه أيضاً: ما أسفل من الكعبين في النار لا يجر شيئاً من ثيابه. وظاهر هذا التحريم
Imam Ahmad Radhiyallahu anhu berkata : Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di dalam neraka. Tidak menjulurkannya sesuatu dari pakaian nya, secara Dzohir ini adalah Haram
(Adabus Syar’iyyah : 3/521).
Saudaraku, Rahimakallah, dalam suatu hadits shohih disebutkan, kisah seseorang yang kakinya menjulur kebawah, kemudian Rasulullah menasehatinya untuk dinaikan, namun seorang tersebut berkata bahwa kakinya saling beradu yakni cacat, namun Rasulullah tidak memberikan udzur kepada seorang tersebut. Dan ini kisahnhya
أَبْصَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا يَجُرُّ إِزَارَهُ، فَأَسْرَعَ إِلَيْهِ - أَوْ هَرْوَلَ - فَقَالَ : " ارْفَعْ إِزَارَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ ". قَالَ : إِنِّي أَحْنَفُ تَصْطَكُّ رُكْبَتَايَ. فَقَالَ : " ارْفَعْ إِزَارَكَ ؛ فَإِنَّ كُلَّ خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَسَنٌ ". فَمَا رُئِيَ ذَلِكَ الرَّجُلُ بَعْدُ إِلَّا إِزَارُهُ يُصِيبُ أَنْصَافَ سَاقَيْهِ، أَوْ إِلَى أَنْصَافِ سَاقَيْهِ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat seorang laki-laki yang menjulurkan kainnya, maka beliau pun segera menyusulnya dan bersabda: "Angkatlah kainmu dan Bertaqwalah kepada Allah." Laki-laki itu berkata, "Saya adalah seorang yang kaki dan kedua lututnya bengkok." Beliau bersabda: "Angkatlah sarungmu (pakaian), karena setiap ciptaan Allah 'azza wajalla adalah baik." Maka laki-laki itu tidak pernah lagi dilihat, kecuali panjang kainnya hanya sebatas setengah betisnya hingga mati”.
(H.R Ahmad : 19475, Thohawi dalam Musykilil Atsar 2/287, dan dishohihkan Al-Albani : 1441)
Saudaraku, Rahimakallah,
Beberapa dari kita juga beralasan dengan kisahnya Abu Bakar, bahwa beliau boleh isbal, mari perhatikan haditsnya dengan seksama
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ "، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ : إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي، إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلَاءَ
"Siapa yang menjulurkan pakaiannya (hingga ke bawah mata kaki) dengan sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat kelak." Lalu Abu Bakar berkata; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya salah satu dari sarungku terkadang turun sendiri (melorot) kecuali jika aku selalu menjaganya darinya (untuk tidak turun)?" lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Engkau bukan termasuk orang yang melakukan hal itu karena sombong."
(H. R Bukhori no. 3665)
Ada beberapa hal yang harus dicermati tentang keadaan Abu Bakr Ash-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu
1. Tidak ada faktor kesengajaan isbal dari Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, karena dalam hadits itu disebut bahwa pakaiannya melorot
2. Upaya Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu untuk selalu menaikkan kembali pakaiannya jika turun menutupi mata kaki, dengan berkata
إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ kecuali jika aku selalu menjaganya darinya (untuk tidak turun), maka sungguh miris jika ada seorang yang mengatakan bahwa beliau Radhiyallahu anhu isbal, dan ini seperti bentuk tuduhan kepada beliau, Wallahul Mustaan.
3. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam merekomendasi Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu sebagai orang yang tidak sombong. Pertanyaannya, “Apakah riwayat tentang Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu dapat disamakan dengan kita yang dengan sengaja melakukan isbal? Apakah kita selalu berusaha menaikkan celana jika mulai menutupi mata kaki? Siapa yang merekomendasi kita bebas dari sikap sombong?”.
Ibnu Hazm Rahimahullah juga berkata
وأمَّا من استرخى ثوبُه، حتى مسَّ كعْبَه؛ ففَرْضٌ عليه أن يرفَعَه
Dan Adapun yang melorot pakaiannya, sampai menyentuh kedua mata kakinya, maka wajib ia untuk mengangkatnya
(Al-Mahalli : 2/392)
Ibnul Arabi, Seorang Ulama Besar dalam Madzhab Maliki, beliau Rahimahullah berkata
لا يجوز للرجل أن يجاوز بثوبه كعبه ويقول لا أجره خيلاء لأن النهي قد تناوله لفظا ولا يجوز لمن تناوله اللفظ حكما أن يقول لا أمتثله لأن تلك العلة ليست في فإنها دعوى غير مسلمة بل إطالته ذيله دالة على تكبره اه ملخصا وحاصله أن الإسبال يستلزم جر الثوب وجر الثوب يستلزم الخيلاء ولو لم يقصد اللابس الخيلاء
"Tidak boleh bagi seorang laki-laki memanjangkan pakaiannya sampai mata kaki sambil mengatakan saya tidak memanjangkannya karena sombong. karena larangan itu mencakup lafadz yang diucapkan. dan hasilnya adalah bahwa isbal itu menyebabkan terseretnya pakaian. dan menyeret pakaian itu menyebabkan sombong. Walaupun orang yang berpakaian itu tidak bermaksud demikian”
(Fathul Bari 1/264)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah, Shohib Fathul Bari Syarh Shohihil Bukhori, ulama besar dan Masyhur dalam Madzhab Syafii beliau berkata
وفي هذه الأحاديثِ أنَّ إسبالَ الإزارِ للخُيَلاءِ كَبيرةٌ، وأمَّا الإسبالُ لغَيرِ الخُيَلاءِ، فظاهرُ الأحاديثِ تَحريُمه
“Dan Dalam banyaknya hadits bahwasanya Isbal sarung (pakaian) bagi yang sombong, maka termasuk yang besar (dosanya), dan Adapun Isbal tanpa diikuti dengan sombong, Maka secara dzohir hadits-hadits mengharamkannya”.
Beliau Rahimahullah juga melanjutkan
وحاصله: أن الإسبال يستلزم جرَّ الثوب، وجرُّ الثوب يستلزم الخيلاء، ولو لم يقصد اللابس الخيلاء، ويؤيده: ما أخرجه أحمد بن منيع من وجه آخر عن ابن عمر في أثناء حديث رفعه: (وإياك وجر الإزار؛ فإن جر الإزار من المخِيلة ).
Dan Hasilnya : bahwasanyya Isbal menyebabkan terseretnya pakaian, dan Menyeretnya pakaian menyebabkan seorang sombong, walaupun hanya berpakaian itu tidak bermaksud yang demikian, Dan yang menguatkanya hadits yang dikeluarkan oleh Ahmad bin Muni’ dari sisi yang lain, dan Hadits Ibnu Umar, diepertengahan haditsnya “Jauhilah dalam menyeret pakaian (Isbal) dalam memakai kain sarung (pakaian). Karena Isbal itu (sendiri) adalah kesombongan. (Fathul Bari : 10/264)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata
وإن كان الإسبالُ والجَرُّ منهيًّا عنه بالاتِّفاقِ، والأحاديثُ فيه أكثَر، وهو مُحرَّمٌ على الصَّحيح
Dan jika isbal dan menyeret nya terlarang secara ittifaq (kesepakatan ulama), dan Hadist-hadits (yang membahas tentangnya) banyak sekali, dan yang benar bahwa hukumnya Haram
(Iqtidho Shirotul Mustaqim : 383)
Imam Ash-Shon’ani Rahimahullah, Shohibus Subulus Salam Syarh Bulughil Maram juga berkata tentang keharamannya dalam kitabnya berjudul “Istifa’ul Aqwal Fi Tahrimil Isbal ‘Alar Rijal”, artinya Kumpulan perkataan tentang Haramnya Isbal bagi laki-laki” Beliau Rahimahullah berkata dalam kitabnya
وقد دلَّت الأحاديث على أن ما تحت الكعبين في النار، وهو يفيد التحريم، ودل على أن من جَرَّ إزاره خيلاء لا يَنْظر الله إليه، وهو دال على التحريم، وعلى أن عقوبة الخيلاء عقوبة خاصة هي عدم نظر الله إليه، وهو مما يُبْطل القول بأنه لا يحرم إلا إذا كان للخيلاء
Dan sungguh banyak hadits yang menunjukan apa yang dibawah mata kaki dineraka, yaitu menceritakan pengharaman, dan juga menunjukan bahwa siapa yang menjulurkan sarungnya (pakaiannya) dengan sombong, maka Allah tidak akan melihatnya, dan juga menunjukan pengharamannya, dan hukuman bagi yang sombong hukumannya itu secara khusus yaitu Allah tidak akan memandangya, dan ini juga membatalkan perkataan bahwa hukumnya Tidak haram kecuali apabila ia melakukannya dengan sombong ( 1/26)
Ulama besar kontemporer juga berkata tentang keharaman isbal tidak sombong, Syaikh Abdullah Bin Baz Rahimahullah berkata, mengomentari 2 hadits tentang isbal
هذان الحديثانِ يُبَيِّنانِ أنَّه لا يجوزُ إسبالُ الثِّيابِ للرَّجُلِ، وأنَّ ذلك مع الخُيَلاءِ يكونُ أشَدَّ إِثمًا وأعظَمَ جَريمة
“Dua Hadits ini menjelaskan tidak boleh isbal pakaian untuk laki-laki, dan bahwa ia melakukannya dengan sombong maka ia lebih besar dosanya, dan paling besar kejahatannya”. (Fatawa Bin Baz : 8/275)
Begitupun Syaikh Al-Utsaimin Rahimahullah berkata akan keharamannya secara mutlak
والصَّحيحُ أنَّه حرامٌ، سواءٌ أكان لخُيَلاءَ أم لغيرِ خُيَلاءَ، بل الصَّحيحُ أنَّه مِن كبائِرِ الذُّنوب
“Dan yang tepat, bahwa hukumnya Haram, baik itu secara sombong atau tidak disertai dengan sombong, Dan yang tepat bahwasanya isbal merupakan dari dosa-dosa besar” (Syarh Riyadlus Sholihin : 4/287)
Diakhir saya nukil perkataan, Imam Adz-Dzahabi Rahimahullah, seorang Ulama besar dalam Madzhab Syafii, membantah tentang seorang yang isbal dengan mengatakan bahwa saya tidak melakukannya dengan sombong
وكذلك ترى الفقيه المترف إذا ليم في تفصيل فَرَجِيَّة تحت كعبيه، وقيل له: قد قال النبي صلى الله عليه وسلم: (ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار)، يقول: إنما قال هذا فيمن جر إزاره خيلاء، وأنا لا أفعل خيلاء ؛ فتراه يكابر، ويبرئ نفسه الحمقاء، ويعمد إلى نص مستقل عام، فيخصه بحديث آخر مستقل بمعنى الخيلاء، ويترخص بقول الصديق: إنه يا رسول الله يسترخي إزاري؛ فقال: (لست يا أبا بكر ممن يفعله خيلاء) !فقلنا: أبو بكر رضي الله عنه لم يكن يشد إزاره مسدولا على كعبيه أولاً، بل كان يشده فوق الكعب، ثم فيما بعد يسترخي. وقد قال عليه السلام: (إزرة المؤمن إلى أنصاف ساقيه، لا جناح عليه فيما بين ذلك وبين الكعبين)، فمثل هذا في النهي من فصَّل سراويل مغطياً لكعابه، ومنه طول الأكمام زائداً، وكل هذا من خيلاء كامن في النفوس) انتهى
Dan Demikian bagaimana pendapatmu? dengan seorang faqih yang hidup dalam kemewahan yang mengukur pembuatan bajunya dalam jubah (yang longgar yang biasa dipakai ulama dan qodhi), dibawah mata kaki, Dan dikatakan kepadanya : Bahwasannya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda “Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di dalam neraka.” Dia berkata mengomentari hadits ini : Sesungguhnya hadits ini bagi yang menjulurkan atau memanjangkan sarung (pakaian) nya dengan sombong, sedangkan saya tidak melakukan (isbal) dengan sombong, maka dia terlihat sombong, dan dirinya berlepas dari kebodohan, dan bermaksud pada hadits yang (maknanya) terpisah dan umum, maka dikhususkan dengan hadits yang lain dengan Hadits terpisah dengan makna sombong, dan memgambil rukhsoh dengan perkataan Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiallahu anhu “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kainku longgar ke bawah (melorot), kemudian Rasulullah menjawab : “Kamu Wahai Abu Bakar bukan yang mengerjakannya dengan sombong”. Kita katakan : Diawal, Abu Bakar Radhiallahu anhu tidak termasuk yang mempererat ikatan sarung (pakaiannya), kemudian membiarkannya turun dibawah mata kaki, tetapi ia memperetat ikatan sarungnya (pakaiannya) dan diatas mata kaki, namun setelah itu turun (melorot), dan Rasulullah Shallallallahu alaihi wasallam bersabda : “Kain sarung seorang muslim sebatas setengah betis, dan tidak berdosa antara batas setengah betis hingga dua mata kaki” dan seperti ini tentang larangan seorang yang mengukur celana dengan menutupi mata kakinya, dan darinya juga yang memanjangkan lengan bajunya secara tambahan, dan semua ini seorang yang sombong, yang menyembunyikan nya dalam diri-dirinya.
(Siyar A’lam an-Nubala : 4/320)
PENUTUP
Alhamdulillah dengan izin Allah buku kecil ini selesai, semoga buku kecil ini bermanfaat, dan semoga Allah memberikan hidayah dan taufiqnya, dalam menjalankan perintah dan larangannya, kesimpulan dari hal ini bahwa isbal itu perkara yang diharamkan, baik sombong ataupun tidak sombong, jika sombong maka dosanya bertambah, hal ini karena berdasarkan Hadits-hadits yang jelas dan telah kita sebutkan, dan juga perkataan para ulama mengenai hal ini. maka seyogyanya bagi kita ittiba kepada Rasulullah.
Wallaahu ‘Alam Bishowwab.
PROFIL SINGKAT PENULIS
Nama lengkap penulis adalah Rizqi Mujahid Fillah, Lahir didaerah perbukitan yang dingin, dekat gunung ciremai, tepatnya di desa Cidulang, Cikijing, Majalengka, Jawa Barat. Dilahirkan tanggal 6 Mei 1997, sekarang ini penulis sedang menempuh pendidikannya di Universitas Islam Madinah Fakultas Syari’ah tahun 2019.
Untuk menghubungi penulis, bisa dikunjungi akun pribadinya
Email : Rizqialghazi@gmail.com
Wattpad dan FB : Rizqi Mujahid Fillah
Twitter : @MujahidAlghazi
Instagram : Rizqi_alghazi
Komentar
Posting Komentar