Al-Qur’an Merupakan Tonggak Awal Meraih Kesuksesan
Disuatu pesantren yang sederhana ada seorang kyai yang sangat peduli akan AlQur’an. Belau bernama kyai Hasan, ia menamai pesantrennya yaitu Pesantren Tahfidz Ar-Rohmah, pesantren ini terletak di mojokerto, lokasinya strategis dekat pesawahan dan perkebunan, dan juga dekat dengan ibukota Surabaya, jawa timur. pesantren ini tergolong biasa-biasa aja, dan dikhususkan untuk rijal (laki-laki). Setiap harinya, kyai Hasan selalu memotivasi santrinya untuk menjadi Hamilul Qur’an ( penjaga Al-Qur’an). Karena apa? Karena Sebaik-baik dari kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya. Selain itu, pada suatu kesempatan kyai Hasan akan memberikan hadiah umroh buat yang pertama kali hafal 30 juz dalam jangka tiga bulan, sontak masjid bergemuruh dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an, para santri putra berlombalomba menjadi yang terbaik. Saking bersemangatnya, mereka kurangi waktu tidurnya, malahan ada yang makan dua kali sehari, mereka juga kadang lupa mandi. Jumlah santri saat itu sekitar 200-an, umur mereka antara 12-15 tahun, atau setingkat dengan SMP/ MTs, kyai Hasan memaparkan kepada santrinya bahwa niatnya itu harus karena Allah semata, menggapai Ridho-Nya. Maka, keikhlasan harus terpatri dalam diri para santri, dan mengamalkan isi kandungannya.
Waktu berjalan sudah dua minggu, ada seorang santri bernama Ahmad sudah menyetorkan hapalannya mendekati 10 juz, Subhanallah !!! berarti Ahmad sehari jika dirata-ratakan setoran 15 halaman, bukan itu aja, Ahmad termasuk anak yang selalu membantu kyai, jika ada keperluan, seperti : nyuci mobil. Hal yang perlu dicatat disini tentang makna keberkahan, bagaimana Ahmad tahu betul bahwa kesuksesannya kelak juga atas ridhonya seorang guru.
Ahmad adalah santri berasal dari banyuwangi, tutur katanya lembut, posturnya tidak terlalu tinggi, antara 160cm, dia duduk dikelas tiga SMP, bicaranya halus, tentunya dia sudah mempunyai mimpi besar dalam hidupnya, menjadi pengusaha yang tersukses, dia mempunyai dua sahabat karib yaitu Hidayat dan Darmawan. Hidayat mempunyai kelebihan dalam mengolah sikulit bundar, sedangkan Darmawan mempunyai suara yang indah, mereka bertiga mempunyai keinginan kuat untuk menghapal Al-Qur’an sampai khatam. Bukan sekedar hapal, tapi selalu ingat nasihat kyai Hasan, yaitu Mengamalkannya dengan Akhlak Qur’ani.
Kisah Ahmad bermula ketika dia sangat ingin masuk pondok, setelah ujian nasional dia berniat mendaftar untuk pesantren di Malang atau disurabaya, namun Allah SWT berkehendak lain, Allah SWT yang mengatur segala urusan hambanya, ketika itu Ayahnya berkenalan dengan seorang ustadz bernama ustadz Rahmat, ustadz Rahmat termasuk anak kyai Hasan, saat itu Ustadz Rahmat mengusulkan Ahmad untuk mondok dipesantren tahfidz Ar-Rohmah di Mojokerto, ustadz Rahmat menyampaikan bahwa ada kesempatan beasiswa bagi yang hapal 2 juz, tentunya harus ikut seleksi, seleksinya dilaksanakan tanggal dua juli, bukan itu juga ada juga seleksi tes pengetahuan umum, seperti : Matematika, Ilmu pengetahuan Alam, Ilmu pengetahuan sosial, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia. Beliau juga memotivasi Ahmad bahwa Al-Qur’an adalah cahaya yang akan menyinari setiap jiwa orang yang beriman dan ingin selalu ingin dekat dengannya, sehingga prilaku dan tingkah lakunya sesuai dengan Akhlak Qur’ani. Hal yang terpenting adalah adalah bahagia dunia dan akhirat. Didunia, Allah mempunyai keluarga, siapa mereka? Mereka adalah ahlul Qur’an dan orang pilihannya. Jika sudah begitu, maka Allah tidak akan membiarkan keluarganya dalam kesusahan dan kesempitan. Sedangkan, Diakhirat kelak, orangtuanya akan mendapatkan mahkota yang sinarnya lebih terang dari cahaya matahari, Subhanallah !!! lalu, bagaimana kiranya terhadap orang yang melakukan hal ini? tentu akan dimuliakan, derajatnya akan naik, dan akan mendapatkan Syafa’at (pertolongan) dari Rasulullah.
Setelah pertemuan itu, Ahmad mempunyai cita-cita untuk menjadi pengusaha yang hapal Qur’an, selain itu, tentunya ingin memberangkatkan kedua orangtuanya ke Mekkah Mukarromah. Lalu, Ahmad sibuk untuk melancarkan hapalannya supaya bisa masuk tes dengan beasiswa, hari-harinya dia jalani dengan semangat yang tinggi, untuk mendapatkan kemuliaan dari Allah yaitu menjadi keluarganya. Tak lupa, Ahmad meminta do’a restu dari ibunya untuk kesuksesannya. Tiga hari lagi !!! ujar Ahmad, dengan semangat yang menggebu-gebu. Ahmadpun bersiap-siap untuk berangkat ke mojokerto bersama ayahnya dengan bis. Perjalanan dari banyuwangi ke mojokerto sekitar 15 jam, jarak yang begitu jauh sekitar 300 KM, butuh tenaga ekstra dan kesabaran, Sebelum berangkat mereka berdo’a “Subhananalladzi sakhoro lana hadza wamaa kunna lahu muqrinin, wainna ila robbina lamunqolibuun”. Ketika dibis ayahnya bercerita pada Ahmad tentang kehidupannya ketika seumuran Ahmad, ayah dulu ketika mondok, kalau mau makan harus nyari, seperti nyari ubi, singkong, atau jagung dikebunnya kyai. Itu harus berjalan 3km dari pondok, pepatah mengatakan “bersakitsakit dahulu, bersenang-senang kemudian” kata kyai saat itu.
Diperjalanan, Ahmad memperhatikan dan memandang sekelilingnya melihat pesawahan, perkebunan, melihat gunung yaitu gunung baluran, dan pohon-pohon yang rindang. Ahmad begitu takjub melihat pemandangan yang indah. Bukan tu juga, jalur yang dilewati Ahmad ini menyusuri pantai, yang terkenal dengan sebutan pantai pasir putih, Masya Allah, kapan yang kita kesini? ujar Ahmad, sambil menunjuk gulungan ombak yang menjulang tinggi bagaikan gunung. Ini adalah ciptaan Allah yang maha kuasa, bagi Allah ini adalah perkara sangat mudah, dibanding dengan Syurga, ini tidak ada apa-apanya, Ayahnya pun berdo’a “Robbana maa kholaqta baathila subhanaka faqina ‘adzabannar”, ujar ayahnya menyambung perkataan Ahmad. Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan selama 15 jam, mereka akhirnya sampai dipesantrennnya kyai Hasan, mereka disambut dengan ramah oleh santri-santri yang sudah ditugaskan. Lalu, santri-santri itu mempersilahkan Ahmad dan ayahnya untuk beristirahat terlebih dahulu ditempat yang sudah disiapkan. Sehari berselang, tanggal dua julipun tiba menjadi sejarah bagi Ahmad. yang pertama Ahmad dites dengan ujian tulis pengetahuan umum, selanjutnya Ahmad dites hapalannya. Sekitar 50 calon santri mengikuti seleksi beasiswa, mereka ada yang berasal dari kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, yogyakarta, Semarang, dan surabaya. Malahan ada yang dari kalimantan seperti pontianak.
Pengetesan itu dimulai sekitar jam 9 pagi sampai waktu Ashar, sungguh perasaan Ahmad sangat mendebarkan ketika tes itu, namun Akhirnya pengetesan berjalan dengan lancar, pertanyaan-pertanyaan 2 juz itu, dijawab Ahmad dengan mudah, Alhamdulillah, ujar Ahmad dengan lega. Sebelumnya Ahmad mengerjakan soal pengetahuan umum dengan rasa bingung, terutama pelajaran Matematika dan Bahasa inggris. Setelah pengetesan, Ahmad dan ayahnya langsung bergegas pulang, sambil menunggu surat dari kantor pos, apakah berhasil atau tidak?. Pengumumumannya tiga minggu setelah seleksi itu, Atau sekitar tanggal 23 juli. Sekitar jam empat sore mereka pulang dengan rasa tenang, walaupun belum diumumkan, Ahmad yakin bahwa dia akan lulus tes seleksi beasiswa itu.
Hal yang terpenting dalam diri Ahmad saat dibis itu, adalah bahwa butuh usaha, do’a, dan keyakinan untuk menggapai keinginan dan cita-citanya. Maka setelah berusaha, dan yakin, Ahmad selalu berdo’a, supaya dapat masuk ke pesantren Tahfidz Ar-Rohmah, tentunya untuk kebahagiaan dan kesuksesan dunia dan akhirat, yaitu menjadi penghapal Al-Qur’an. Sugesti itu sudah tertanam dari diri Ahmad walau usianya baru menginjak 12 tahun. Hari yang melelahkan, kata ayahnya, dengan nada lemas. Di kabupaten pasuruan, mereka berhenti untuk menunaikan sholat Maghrib dan Isya dengan jama’ (menggabungkan) dan Qoshor (meringkas), jadi menggabungkan sholat Maghrib dan Isya disatu waktu, dan meringkas raka’at seperti empat raka’at sholat Isya menjadi dua raka’at saja, sedangkansholat Magrib tetap tiga raka’at. Sekalian, untuk mengisi perut, ujar Ahmad, sambil mengusap perutnya yang sudah keroncongan. Lalu, mereka makan di RM padang, Ahmad memesan rendang, makanan kesukaannya ditambah sambal yang menambah kelezatan makan saat itu, Mantap ! ujar Ahmad, sambil berdo’a terlebih dahulu “Bismillahirrahmaanirrahiem..Allahumma bariklana fiima rozaqtana waqina ‘adzabannar”, sedangkan Ayahnya memesan ikan, makanan yang sudah disukainya sejak kecil, bukan itu juga ayahnya punya hobi memancing, tak heran dirumahnya ayah punya kolam ikan, yang juga dijadikan ladang bisnis, penghasilannya cukup untuk membiayai rumah tangganya. Bukan itu juga, Di Banyuwangi lokasinya cukup strategis, karena dekat dengan laut yaitu, selat bali. Jadi, kadang ayahnya juga mencari ikan disini.
Jam 8 Malam, mereka meneruskan perjalanan, mereka pergi keterminal pasuruan, dan melanjutkan perjalanan ke kabupaten probolinggo, di Probolinggo ini udaranya cukup menusuk ketulang-tulang, karena letaknya juga tidak jauh dari Gunung Semeru yaitu Gunung tertinggi sejawa, pantaslah udaranya mencapai 17 derajat selsius. Namun, mereka tetap tegar, menghadapi semua itu. karena jalannya lengang, Laju bis saat itu mencapai 100 km/jam. Dengan kencang bis itu menembus kegelapan dimalam yang gelap gulita tu, tak terasa mereka sudah melewati kabupaten Situbondo, Ahmad melihat jam tangannya, jam menunjukan jam satu pagi, berarti sudah masuk tanggal tiga juli, ujar Ahmad pada ayahnya, sambil menguap. Tak lama kemudian, merekapun terlelap tidurnya, sekitar jam empat pagi, mereka terbangun, dan melihat keluar. Ternyata mereka sudah masuk kabupaten Banyuwangi, tak terasa setengah hari mereka berada dibis sudah, mereka cukup lelah menempuh perjalanan yang panjang itu, hal yang tak akan dilupakan oleh Ahmad, karena ini kali pertama Ahmad menempuh perjalanan selama 12 jam, ia mendapat banyak pelajaran dari sini yaitu pengalaman. Tak lama setelah itu, Adzan Shubuhpun berkumandang, merekapun sudah sampai dirumah dengan selamat. Alhamdulillah! Kita sudah sampai, ujar ayahnya. Merekapun disambut oleh ibu Ahmad, Ibu Nani namanya, dan juga disambut oleh saudaranya Ammar dan Bilal, dan adik yang imut bernama ‘Aisyah, umurnya baru 3,5 tahun, dengan penuh kehangatan,. Ayo masuk, mari kita sholat shubuh dulu, ujar Ibu Nani, sambil memberikan air teh yang sudah disiapkan sejak tadi.
Banyuwangi saat itu, seolah-olah cerah, karena kehadiran mereka berdua, Matahari bersinar menyinari dengan indahnya dipagi itu, burung-burung berkicauan dimana-mana. Padahal kemaren malam, hujan mengguyur banyuwangi dengan derasnya. Setelah menjalankan Sholat Shubuh, Ahmad dan keluarganya mengaji, membaca surat Ar-Rohman “Ar-Rohman, ‘Allamal Qur’an, kholaqol insan, ‘Allamahul bayan, Assyamsu walqomaru bihusban,.....” lantunan ayat suci bergema dirumah bilik yang sederhana itu, dan memecah keheningan dipagi itu. Setelah mengaji, ibu memasak nasi goreng, Ahmad dan ayahnya langsung kekamar beristirahat sejenak, sedangkan ‘Ammar dan Bilal membersihkan rumah, mulai menyapu, mengepel, dan mencuci piring, si imut ‘Aisyah pun tak ketinggalan membantu kakanya, yaitu ka ‘Ammar membereskan kasur.
Sekitar setengah jam kemudian, setelah Ahmad dan ayahnya merebahkan badan, tiba-tiba, wajah ayah terlihat pucat, dan lelah. Kenapa yah? ujar Ahmad, Ayah ngga papa kok, kayaknya ayah masuk angin sambung ayahnya., sambil memegang kepalanya yang terlihat pusing. Lalu ibunya datang “makanan udah siap, ayo sarapan dulu !” ujar bu Nani, sambil membawa piring-piring berisi nasi goreng. Namun tiba-tiba ayah Ahmad muntah dilantai, badannya terlihat menggigil, iapun tiba-tiba batuk-batuk, Ayah demam bu, ujar Ahmad berteriak., sambil memegang badan ayahnya yang terasa panas. Ada apa mad? Ujar bu Nani, sambil tergesa-gesa menghampiri Ahmad, ibu nani langsung memegang badan ayah, Astaghfirullah, badan ayah panas banget mad, coba beli obat parasetamol mad diwarung, ujar ibu nani. Iya bu, sambung Ahmad.
Allah akan memberikan cobaan kepada hambanyadalam keadaan yang tak terduga, untuk apa? Untuk menguji keimanannya, sejauh mana ia dapat bersabar menghadapinya. Kehidupan didunia hanya persinggahan kesenangan-kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan tidak kekal. Maka, janganlah kiata terperdaya dengan kesenangan-kesenangan dunia, serta lalai dari memperhatikan urusan, Dalam Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 32, Allah berfirman, “Wamal hayatuddunya illa la’ibuw wa lahwu, wainnaddaral ‘akhirotu khoirul lilladzina yattaquun, Afala ta’qiluun” (Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka, Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa, Maka tidakkah kamu memahaminya?).
Setelah sampai rumah, Ahmad lalu memberikan obatnya pada ibunya. Namun, sebelum minum obat, Ayah sarapan dulu ya! ujar bu Nani. Lalu Ahmad mendo’akan ayahnya sambil memegang badan ayahnya “Allahummasyfi anta syafi, la syifa’ illa syifauk , syifaan la yughodiru, saqomaa”. Aamiin...., semoga Ayah cepat sembuh ya, ujar ‘Ammar dan Bilal, yang baru selesai membersihkan rumah. Sedangkan si imut ‘Aisyah lalu pergi keruang makan ‘Aisyah sarapan duluan ya ka, ujar ‘Aisyah, sambil berlari keruang makan “kayaknya ‘Aisyah udah laper tuh, makannya lahap banget” ujar Bilal. ‘Aisyah udah do’a belum? tanya Ahmad. Oh iya ka belum, ‘Aisyah lupa, hehe, ‘Aisyah menimpali. Kalau lupa do’anya seperti ini, ikuti ka Ahmad ya! “Bismillahi Awwaluhu Wa Akhirohu” ujar Ahmad. Akhirnya mereka sarapan, sedangkan ayah terlihat terbujur kaku dan susah untuk makan, akhirnya bu Nani menyuapi suaminya itu.
Setelah makan merekapun berdo’a “Alhamdulillahillahilladzi ath’amana wasaqona waj’alana minal muslimin”. Lalu, si imut ‘Aisyah minum sambil berdiri, ‘Aisyah, minumnya duduk ya!, ujar Ahmad. iya kak, sambung ‘Aisyah, sambil duduk. Setelah itu, Mereka lantas pergi untuk mencuci piring masing-masing, si imut ‘Aisyah tiba-tiba langsung keluar, ‘Aisyah mau kemana? Ayo cuci dulu tangannya sama piringnya, ujar ‘Ammar, mencegat ‘Aisyah yang akan keluar. Iya kak, ‘Aisyah menimpali. Sedangkan, kondisi ayahnya semakin mengkhawatirkan, ayah mulai muntah-muntah terus, kenapa dengan ayah? ujar si imut ‘Aisyah. Ayah lagi pusing, jangan ganggu ayah, iya dek! ujar Ahmad menyambung perkataan ‘Aisyah.
Rutinitas Ahmad dipagi hari biasanya membantu ibunya mencuci pakaian disungai, dan menjemurkannya. Namun, saat itu, ibunya tidak bisa mencuci, karena merawat ayah yang sedang sakit. Ini kali pertama, Ahmad mencuci pakaian tidak bersama ibunya. Setelah itu, Ahmad mencuci disungai terdekat, bersama adiknya si imut ‘Aisyah. Ia membawa cucian itu kesungai dengan semangat, lalu ia menggosok baju-baju yang kotor. Sedangkan adiknya, ‘Ammar dan Bilal memberi makan ikan, dan menerima pelanggan yang mau memesan ikan. ‘Ammar sekarang duduk dikelas empat SD, sedangkan adiknya Bilal duduk dikelas dua SD, jadi kira-kira jaraknya dua tahun saja. Ibu Nani dan suaminya selalu mengajarkan anaknya tentang akhlak yang terpuji pada orang lain, bagaimana bersikap pada orang yang lebih tua, sehingga, tak heran, saat itu orang-orang kagum pada sikap anak-anaknya itu.
Akhlak adalah pondasi pertama yang harus diajarkan pada anak, tentunya akhlak yang telah diajarkan oleh Rasulullah, Bagaimana Akhlak Rasulullah? Siti ‘Aisyah pernah ditanya, beliau menjawab : Akhlaknya adalah Akhlak Qur’an. Berarti, jika ingin anak menjadi sholeh, dekatkan mereka pada Al-Qur’an, insya Allah Al-Qur’an akan menjaga sikap dan tingkah laku mereka. Abu Hurairah menerangkan bahwa Rasullullah SAW bersabda “Innama Bu’itstu Liutammima Makarimal Akhlaq” (sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan Akhlak yang mulia,). Diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Setiap orang mukmin hendaknya bisa menjaga akhlaknya, Rasulullah SAW bersabda “Orang mukmin yang paling sempurna imannya, adalah orang yang paling baik akhlaknya”.
Jam 10 pagi, Ahmad telah selesai menjemur pakaian-pakaian yang telah dicuci, sedangkan ‘Ammar dan Bilal, masih sibuk mencari ikan untuk menerima pelanggan yang membeli, dan si imut ‘Aisyah masih menangis karena tadi terpeleset ketika disungai, ketika itu ‘Aisyah jatuh dari batu yang licin, dan kepalanya membentur batu, namun untung, kepalanya tidak apa-apa, hanya goresan kecil. Lalu, ibunya memperban luka-luka ‘Aisyah. Lain kali, hati-hati kalau jalan, kata ibunya pada ‘Aisyah. Inilah taqdir atau ketentuan Allah, yang harus kita imani, karena ini rukun iman yang keenam, Allah sudah tuliskan taqdirnya di lawz mahfuzh, sebelum bumi ini ada. Tapi, ada juga taqdir yang bisa diubah seperti bodoh jadi pintar, miskin jadi kaya, dan yang lainnya.
Seminggu berlalu, kondisi ayahnya makin membaik, beliau sudah bisa bekerja lagi, budidaya ikan, pekerjaanya. Ahmadpun mengisi hari liburnya, dengan menghafal Al-Qur’an dan membantu ibunya, ia juga sempatkan mencari informasi tentang sekolah, jika dia tidak lulus seleksi, tetapi Ahmad yakin , ia bisa lulus. Sedangkan ‘Ammar dan Bilal juga sudah masuk sekolah. Sudah tiga hari, mereka izin tidak masuk sekolah, karena kondisi keuangan yang terjepit.
Dua minggu berlalu, tepatnya tanggal 23 juli, pukul 09.45 WITA, Ahmad mendapat kiriman surat dari kantor pos, tentang hasil seleksinya tiga minggu yang lalu, inilah yang ditunggu-tunggu Ahmad, juga keluarganya, apakah dia lulus atau tidak?. Alhamdulillah, dua minggu ini, Ahmad sudah menghafal ½ juz, atau 10 halaman, suatu prestasi yang harus diapresiasi, namun Ahmad hanya ingin dia bisa lulus seleksi itu. Akhirnya Allah mengabulkan keinginannya, Allah menjawab do’anya, Allah menjawab usahanya selama dua minggu, Ahmad hapal ½ juz. Ahmad dinyatakan lulus tes beasiswa. Air mata bahagia meluncur deras dipipinya, Ahmad langsung tersungkur bersujud, mensyukuri karunianya Allah, Allah Maha Mendengar! Allah Maha Melihat! Allah Maha mengetahui! Ujar Ahmad dalam hatinya.
Setelah menjemur pakaian, Ibu Nani datang menghampiri Ahmad, apa yang terjadi mad? Ujar ibunya, yang melihat Ahmad menangis. lalu Ahmad memberikan surat itu, lantas ibu Nani membaca surat hasil beasiswa itu, Alhasil, ibunyapun menangis terharu akan keberhasilan anaknya masuk pesantren dengan beasiswa, walaupun sebenarnya ibu Nani sangat berat melepas kepergian anaknya. Ayahnya pun terharu ketika anaknya Ahmad lulus seleksi beasiswa di pesantren Ar-Rohmah, kata Ayahnya menasihati Ahmad : “Berjuanglah nak, percaya dirilah, tegakan kebenaran, pasti kamu bisa menggapai mimpimu, jadilah penghapal Al-Qur’an, Do’a Ayah dan ibumu menyertaimu”. Hati Ahmad, bagaikan diliputi ketenangan, dan ketentraman, setelah mendengar nasihat itu. Ia berjanji tidak akan dia lupakan nasehat itu, sampai sukses nanti. Disisi lain ‘Ammar, Bilal, dan ‘Aisyah menyaksikan kakaknya itu dengan senyuman manis.
Seminggu kemudian, tepatnya tanggal 30 juli Ahmad berpamitan dengan ibunya, 'Ammar, Bilal, dan ‘Aisyah, Sedangkan ayahnya mengantarkan Ahmad ke pondok kyai Hasan itu. Ahmadpun mencium tangan ibunya, dan adik-adiknya ‘Ammar, Bilal, dan ‘Aisyah. Ahmad bersama ayahnya berangkat dari terminal banyuwangi sekitar jam satu siang, pada saat itu, Ahmad membawa satu tas besar, dan dua kantong plastik, sedangkan Ayahnya membantu Ahmad membawakan barang yang ada diplastik itu. Semangat ya Ahmad ! ujar teman SDnya bernama Hanif, yang kebetulan bertemu Ahmad di terminal banyuwangi. Ahmad melihat jam tangannya, sudah jam lima sore yah, ujar Ahmad, yaudah kita Sholat Ashar dulu, sambung ayahnya. Merekapun berhenti di Kabupaten Situbondo, untuk menunaikan sholat Ashar dengan qoshor telebih dahulu. Setelah itu, Ahmad dan Ayahnya meneruskan perjalanan panjangnya. Tiga jam kemudian, Ahmad berkata pada ayahnya “Ayah, kita udah sampai di Kabupaten Pasuruan, ayo kita sholat Maghrib dan Isya dulu”, Akhirnya mereka menunaikan sholat Maghrib dan Isya dengan jama’ Qoshor.
Pukul 03.30 WITA mereka sudah sampai dilokasi, di pesantren Tahfidz ArRohmah, Mojokerto. Dikondisi gelap gulita itu mereka berkeliling melihat kondisi pesantren itu, ada pemandangan yan indah dan menakjubkan disitu. Sekitar 200-an santri menunaikan Sholat tahajud secara berjama’ah, di Masjid Al-Huda. Masjid yang bisa menampung 1000-an santri, adalah tempat para santri menghapal kalam suci. Usia mesjid itu sudah 20 tahunan, terlihat seperti bangunan tua, namun bukan berarti ini jadi penghalang, malahan disinilah generasi islam akan muncul, para pendekar yang akan menegakan panji-panji Allah. Setelah itu, Ahmad dan ayahnya bergegas mencari kamar mandi, bersiap-siap menunaikan Sholat Shubuh dengan berjama’ah . Ahmadpun berdo’a ketika masuk kekamar mandi.“Allahumma inni‘audubika minal khubutsi wal khobais” .
Sholat Sunah Tahajud adalah ibadah yang sering dilakukan oleh orang-orang yang Sholih, para ulama dahulu secara turun-temurun dan merupakan kewajiban bagi para nabi. Sampai-sampai Rasulullah pernah melakukannya sangat lama, sehingga kakinya bengkak, ketika itu istri Rasullullah Siti ‘Aisyah r.a berkata : “Mengapa engkau melakukan ibadah sampai seperti ini, ya Rasulullah, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” Beliau bersabda “Afala uhibbu an akuna ‘abdan Syakuuro”( Tidakkah aku pantas menjadi hamba yang bersyukur?) inilah jawaban Rasulullah, yang sudah pasti diampuni dosanya, sedangkan kita yang banyak keinginan, banyak melakukan dosa, sudah sepantasnya kita melakukan qiyamul lail. Pada waktu sepertiga malam, merupakan waktu yang mustajab untuk berdo’a, karena Allah turun kelangit dunia mencari hambanya yang meminta ampun, maka Allah akan ampuni, dan mencari hambanya yang meminta, pasti Allah akan beri, lalu kenapa kita kadang tidak mau menjemputnya atau mendekatinya. Diantara keistimewaan sholat sunah tahajud diantaranya yaitu : derajat kita akan ditinggikan oleh Allah SWT, jika sudah begitu, hidup kita akan berubah, Allah akan mengantarkan kebutuhan hambanya, hati kitapun akan bersih,sehingga menghindarkan diri dari kemalasan menjalani hidup, dan ini merupakan solusi hidup dan hadiah besar dari Allah, pahalanyapun lebih besar dari dunia dan seisinya, sehingga ini merupakan salah satu jalan menuju Syurganya, dan kemuliaan seorang mukmin itu terletak pada tahajudnya, ibaratnya seperti sedekah secara rahasia.
Inilah pelajaran pertama yang harus dicatat Ahmad dipesantrennya, suatu awal yang indah, melihat para santri mengerjakan sholat sunah tahajud dengan khusunya. Maka, setelah melihat hal itu, Ahmad bertekad untuk selalu mengerjakan Sholat tahajud, untuk kesuksesannya, baik didunia maupun diakhirat.
Setelah mendaftar ulang, ayah Ahmad akhirnya pulang menuju Banyuwangi, Ahmad mencium tangan ayahnya itu dengan penuh kehangatan. Ahmad berkata : “Terima kasih ayah, Ahmad akan buktikan bahwa Ahmad bisa menghadi permasalahan dipondok ini, Do’akan Ahmad supaya bisa sukses, dan bermanfaat bagi orang lain”. Dengan tatapan bahagia ayahnya berkata “kau pasti bisa, Ahmad pasti bisa menaklukan dunia”. Aamiin.. sambung Ahmad. Setelah itu, Ahmad tidak pernah diantar ayahnya lagi kepondok pesantren Tahfidz Ar-Rohmah, itulah kali terakhir ayahnya mengantar Ahmad.
Rutinitas Ahmad seketika berubah sewaktu masuk pondok, pagi hari Ahmad selalu melaksanakan sholat sunah tahajud, dilanjutkan dengan sholat shubuh berjama’ah, setelah itu Ahmad masuk Halaqoh Qur’an, disini Ahmad mulai menghapal Al-Qur’an, sebelum menghapal, Ahmad talaqqi (berguru) terlebih dahulu sama ustadz Farid, Ustadz Farid merupakan pengajar tahfidz senior, beliau kira-kira sudah mengajar selama lima tahunan, ditahun keenam ini, beliau menyimak hapalan AlQur’an dari santri baru, sebelumnya beliau selalu menyimak hapalan santri lama. Ustadz Farid selalu berusaha menyemangati santrinya dalam menghapal dan memuroja’ah (mengulang) hapalan Qur’an. Karena penghapal Al-Qur’an merupakan keluarganya Allah didunia, juga diistimewakan oleh Rasulullah, dapat memberi syafa’at kepada 10 orang keluarganya, selain itu, seorang hafizh (penjaga Al-Qur’an) akan menggapai kedudukan yang tinggi disisi Allah, dan dapat mengundang rahmat Allah. Tanpa Al-Qur’an hidup akan hampa dan berantakan. Seperti yang telah dikatakan oleh sahabat ibnu Abbas r.a bahwasannya Rasulullah bersabda : “sesungguhnya orang yang didalam hatinya tidak terdapat sedikitpun dari Al-Qur’an, dia bagaikan rumah yang rusak.” Diriwayatkan oleh imam At-Tirmidzi. Kyai Hasanpun, pernah mengatakan bahwa Al-Quran adalah keajaiban yang abadi di tangan kita sampai akhir zaman. Pada 14 abad yang lalu, suku Badui di padang pasir menguji Al-Quran dan menemukan pengetahuan ketuhanan di dalamnya, yang mana dia mengakui al-Quran dari Tuhannya dan ditegaskan dengan teliti melalui pesan Nabi Muhammad SAW.
Ustadz Farid pernah menjelaskan bagaimana adab-adab dalam membaca Al-Qur’an seperti, ada 10 poin yang kalian harus ingat, diantaranya yaitu :
1. Ikhlas atau meluskan niat karena Allah semata. Ini merupakan adab yang paling penting di mana suatu amal selalu terkait dengan niat.
2. Menghadirkan hati (konsentrasi penuh) ketika membaca dan berupaya menghalau bisikan-bisikan syetan dan kata hati, tidak sibuk dengan memainmainkan tangan, menoleh ke kanan dan ke kiri dan menyibukkan pandangan dengan selain al-Qur’an.
3. Mentadabburi (merenungi) dan memahami apa yang dibaca, merasakan bahwa setiap pesan di dalam al-Qur’an itu ditujukan kepadanya dan merenungi maknamakna Asma Allah dan sifat-Nya.
4. Bersuci. Maksudnya dari hadats besar, yaitu jinabah dan haidh atau nifas bagi wanita. Al-Qur’an merupakan zikir paling utama. Ia adalah kalam Allah SWT. Karena itu, di antara adab membacanya, si pembaca harus suci dari hadats besar dan kecil. Ia dianjurkan untuk berwudhu sebelum membaca.
5. Tersentuh dengan bacaan.
6. Sebaiknya, ketika membaca al-Qur’an, menghadap Qiblat sebab ia merupakan arah yang paling mulia, apalagi sedang berada di masjid atau di rumah. Tetapi bila tidak memungkinkan,maka tidak apa-apa membaca al-Qur’an sakali pun tidak menghadap Qiblat.
7. Disunnahkan bagi seseorang untuk ber-ta’awwudz (berlindung) kepada Allah dari syetan yang terkutuk. Allah berfirman dalam Qur’an surat An-Nahl ayat 98, “Maka apabila kamu membaca al-Qur’an, berlindunglah kepada Allah dari syaithan yang terkutuk.”
8. Memperindah suaranya ketika membaca al-Qur’an sedapat mungkin.
9. Membaca di tempat yang layak (kondusif) seperti di masjid sebab ia merupakan tempat paling afdhal di muka bumi, atau di satu tempat di rumah yang jauh dari penghalang, kesibukan dan suara-suara yang dapat mengganggu untuk melakukan tadabbur dan memahaminya.
10. Menyimpan Al-Qur’an ditempat yang tinggi dan layak
Setelah nasihat itu, Ahmad bersama teman-temannya berusaha beradab dan menghormati Al-Qur’an sebaik mungkin.
Setahun berlalu, Ahmad sudah menyetorkan hapalannya sebanyak 8 juz, Ahmad juga menjadi yang terbaik dikelasnya, sifatnya yang ulet dan rajin menjadi kelebihannya, iapun juga selalu rendah hati. Hari-harinya sibuk dengan kegiatan dan kegiatan, sedikit sekali utuk beristirahat, Ahmadpun menjadi mandiri, ia mengatur waktunya dengan baik, seperti mencuci pakaian, ataupun menghapal Al-Qur’an. Ahmad selalu mencari waktu diluar halaqoh Qur’an untuk menghapal dan memuroja’ahnya.
Ditahun keduanya, waktu Ahmad untuk menghapal mulai berkurang, selain menghapal, pesantren Ar-Rohmah mengajarkan Ahmad, untuk mengikuti kegiatan ekstakulikuler, ada futsal, silat, pramuka, basket, sains club, jurnalistik, badminton, tenis meja, dan menjadi Qori’. Ahmadpun memilih silat sebagai ekstrakulernya, walaupun memilih silat sebagai ekstakulkulernya, ia juga suka bermain bola, seperti futsal. Dari sini, Ahmad berkenalan dengan Hidayat yang jago mengolah sikulit bundar, iapun selalu mengikuti turnamen, dia disebut dengn “Bintang lapangan”, iapun pernah menjadi juara futsal sekabupaten Mojokerto. Alhamdulillah, dia ucapkan ketika detik-detik juara. sedangkan satu sahabatnya lagi, Darmawan sudah dikenalnya sejak kelas satu smp, kelebihan Darmawan mempunyai suara yang indah, sehingga ia sering menjadi mengumandangkan adzan (muadzin) Hidayat berasal dari Surabaya, sedangkan Darmawan dari Bandung. Walaupun begitu mereka selalu rendah hati.
Tujuh juz sudah, Ahmad menyetorkan hapalannya. Total Ahmad sudah hapal 15 juz, Alhamdulillah, ujar Ahmad. Sedangkan 2 sahabatnya, Hidayat sudah hapal 10 juz, dan Darmawan 17 juz.
Di tahun ketiganya, Motivasi Ahmad berlipat, setelah sahabatnya, Darmawan melebihi jumlah hapalannya, maka, Ahmad menjadikan Darmawan sebagai pesaingnya dalam mengejar hapalan 30 juz, dia bertekad menyusul Darmawan, dan menjadi pemenang. Di tahun ketiga, kyai Hasan menambah semangat para santrinya bahwa siapa yang pertama kali hafal 30 juz dalam jangka tiga bulan, akan diberikan hadiah umroh. Kesempatan emas inipun tidak sia-siakan para santri untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, termasuk Ahmad. Mereka siang malam menghapal kitab suci Al-Qur’an dengan semangat yang membara.
Dua minggu setelah itu, Ahmad menyetor hapalannya 10 juz kepada Ustadz Farid, sedangkan Darmawan menyetorkan hapalannya kepada Ustadz Zaenal, Ustadz Zaenal merupakan ustadz muda, dan baru masuk ke pesantren Ar-Rohmah, beliau juga pernah menjuarai lomba Musabaqoh Hifdzil Qur’an (MHQ) sejawa timur. Hidayat tidak menyia-nyiakan hal ini, ia berlomba menjadi yang terbaik. Ahmad juga tidak mau kalah, total Ahmad hapal 25 juz, lima juz lagi ! ujar Ahmad, dengan percaya diri. Dihari kedua puluh, Darmawan selesai menyetorkan hapalannya,Alhamdulillah! saya pemenang, ujar Darmawan, sambil tersungkur bersujud mengucacapkan rasa syukurnya. Dissisi lain, Ahmad tinggal menyisakan satu juz, perasaan Ahmad bergejolak saat itu, saya kalah, ujar Ahmad. Namun ia berusaha tegar, dan mencoba belajar tentang makna keikhlasan.
Keikhlasan sangat penting dalam mengarungi kehidupan, sehingga tidak akan muncul rasa kecewa atau penyelasan. Ikhlas adalah suatu perbuatan yang semata-mata mengharap ridho dan pahala dari Allah semata. Berat sekali, tetapi jika kita dapat melakukanya, halangan apapun dapat kita hadapi dengan tenang dan tegar.
Selamat ya Darmawan! kamu Hebat, jangan lupa ya kalau lagi umroh, do’ain Ahmad supaya sukses, dan bisa menyusul ke Mekkah, ujar Ahmad. Iya, Alhamdulillah, makasih ya, Insya Allah, ana tidak akan lupa do’ain antum, ujar Darmawan, sambil memeluk Ahmad dengan penuh haru. Sedangkan Hidayat merasa sangat beruntung mempunyai sahabat yang hebat, dan sangat cinta pada Allah. Selamat ya wan ! kamu memang hebat, Do’akan supaya ana bisa menjadi pesepakbola yang hebat, ujar Hidayat. Alhamdulillah, syukron ya, iya Insya Allah. Darmawan menimpali. Para santri lainpun turut mengucapkan selamat pada Darmawan. Hari itu, Darmawan sangat senang, begitupun dua sahabatnya Ahmad dan Hidayat. Sedangkan, para santri hampir 90 persen sudah hafal 30 juz, dalam jangka tiga bulan. Lalu, kyai Hasan mengantarkan Darmawan kebandara saat itu juga, Subhanallah !.
Selain menghapal, Ahmad juga belajar ilmu Al-Qur’an, seperti ilmu tajwid, hukum nun mati, seperti idzhar, ikhfa, iqlab, dan idghom, hukum mim mati, seperti idhom mutamasilen, ikhfa syafawi, dan idzhar syafawi, terus hukum mad (panjang), seperti mad thobi’i, mad lazim mustaqol kalimi, mad ‘aridh lissukun, mad wajib mutthashil, mad jaiz munfashil, mad iwad, ada ghunnah, dan masih banyak lagi. Selain itu Ahmad belajar ilmu Makhorijul huruf (cara mengucapkan huruf) yang benar, ilmu faro’id (ilmu waris), ilmu tafsir, ilmu Hadits, apakah hadits shohih, hasan, atau dhoif, ilmu tauhid, dan juga ilmu Fiqih.
Hari perpisahanpun tiba, mereka menyebutnya Haflah imtihan. Hari yang senang juga sedih, senang karena dapat ikut wisuda, sedih karena meninggalkan sahabat yang selalu memotivasi ketika putus asa.Di Acara itu, Kyai Hasan berdiri menyampaikan :
“Bismillahirrahmaanirrahiem... Sejatinya, tidak ada perpisahan yang hakiki, Insya Allah semuanya berkawan, bersaudara, dan berkumpul, bahkan hingga hari akhir, di Jannahnya Allah subhanahu wata’ala, saling do’a mendo’akan saja, satu sama lain, supaya terus terhubung dengan izin Allah. Mohon maaf atas segala kesalahan kami, selama kalian menjadi santri pesantren Tahfidz Ar-Rohmah, Do’a kami menyertai hingga anak keturunan dan keluarga kalian hingga akhir zaman, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”.
Aula pertemuanpun bergemuruh dengan isakan tangis para santri, sekitar 50 santri dilepas oleh kyai Hasan saat itu dalam keadaan hafizh 30 juz, termasuk Ahmad, Darmawan, dan Hidayat. Mereka merasakan rasa sedih, setelah berkumpul dan bersama-sama selama tiga tahun. Ahmad melanjutkan sekolahnya di Pesantren Daarul ilmi di Cirebon, Darmawan masuk ke Pesantren ‘Ainul Yaqin di Semarang, sedangkan Hidayat masuk sekolah sepakbola SSB Taruna di Surabaya, tempat kelahirannya.
Ada yang berbeda, di pesantren Daarul ilmi, pesantren ini menekankan untuk Sholat sunah Duha, karena sholat sunah Duha termasuk tiga sunnah yang tidak layak ditinggalkan, seperti yang dijelaskan oleh Abu Hurairah r.a, ia berkata “Sahabatku (Rasulullah), menasihatiku akan tiga hal (yang tidak akan pernah kutinggalkan hingga aku mati) : puasa tiga hari setiap bulan (puasa bhidh), dua raka’at shalat dhuha, dan agar aku melaksanakan shalat witir sebelum tidur.”. diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan muslim.
Pesantren ini dipimpin oleh kyai Husein, umurnya sudah 55 tahun, dan pesantren ini sudah berusia 15 tahun, diperuntukan untuk setingkat SMP dan SMA, santrinya mencapai 900-an khusus laki-laki, mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Medan, Palembang, Tarakan, Makassar, atau papua, malahan ada yang berasal dari Malaysia. pesantren ini juga disebut pesantren bahasa, hal yang luar biasa, jika Ahmad dapat memanfaatkannya dengan sungguh-sungguh dan dengan baik, karena 30 juz sudah digenggamnya, tinggal melengkapi bahasanya, baik bahasa inggris ataupun bahasa Arab. Lokasinya juga indah dan bagus, disebelah barat ada Gunung Ciremai, Gunung tertinggi sejawa barat. Namun, udaranya panas, mencapai 27-35 derajat selsius, karena lokasinya didataran rendah. Sekitar tiga hari, Ahmad menempuh perjalanan yang panjang dari Banyuwangi, jaraknya sekitar 830 KM dari rumahnya. Tapi, hal ini tidak menyurutkan Ahmad untuk mondok di Pesantren kyai Husein ini. Ia teringat nasihat ayahnya pada sebuah pepatah, ketika SD, “Menuntutlah ilmu walau kenegeri China”.
Kyai Husein menyampaikan poin-poin penting tentang sholat sunah Duha, untuk selalu menjaganya walaupun hanya dua raka’at saja, karena pahala dua raka’at shalat Duha setara dengan sedekah pesendian yang tinggi sekali nilainya, atau sama dengan nilai sedekah dari 360 sendi manusia. Selain itu, shalat Duha merupakan pintu rezeki, Allah akan mencukupi hari-hari kita ibarat pagi absen, sore gajian. Ini juga sebagai sarana bertasbih, karena Dhuha merupakan bisnis yang paling menguntungkan, dosadosapun akan diampuni Allah, jika sudah begitu, Allah sudah menyiapkan pintu dhuha di Syurganya, bagi orang yang selalu mengerjakannya, karena dhuha banyak keutamaannya, dan juga sebagai pelengkap ibadah wajib. Inilah ilmu pertama yang didapat Ahmad dipesantren Daarul Ilmi, iapun ingin berusaha selalu mengerjakan sholat dhuha.
Di tahun pertamanya, Ahmad banyak belajar bahasa arab, mulai dari ta’aruf atau perkenalan seperti : kaifa haluk (apa kabar), min aina ji’ta (dimana kamu tinggal), ayyu fashl (kelas berapa), shobahul khoir (selamat pagi), atau ilalliqo’ (selamat tinggal), dan masih banyak lagi. Dipesantren Daarul Ilmi diberlakukan aturan yang ketat dalam kedisiplinan bahasa, ini diorganisir oleh qismul lughoh (bagian bahasa), mereka mengadakan jasus (mata-mata), untuk siapa saja yang berbicara selain bahasa arab dan inggris ditempat-tempat yang sudah ditentukan seperti masjid dan asrama, sehingga bagi siapa saja yang melanggar akan masuk mahkamah bahasa. Ahmad malahan sering masuk mahkamah bahasa, karena berbicara bahasa indonesia, Ahmadpun tidak luput dari ‘iqob (hukuman), ia sering dihukum mulai push up, sit up, jalan jongkok, dihukum suruh lari keliling pondok malam-malam sampai 10kali, sampai dibotak, mereka menyebutnya mahluk. Slogan mereka “Allughotu taajul Ma’had” (Bahasa adalah mahkota pondok pesantren).
Inilah pendidikan dipondok pesantren, dilatih mental yang kuat seperti baja, ketika kita melanggar aturan yang berlaku. Ada juga hukuman dari qismut tandzif (bagian kebersihan), seperti membuang sampah sembarangan, atau tidak piket. Belum lagi, kalau terlambat ke masjid, sudah ditunggu qismul amni (bagian keamanan), untuk dapat hukuman yang bermacam-macam.
Namun, Ahmad selalu berusaha sabar dan sabar menghadapinya, tegar, tidak loyo dan putus asa, malahan itu sebagai pembelajaran dan pelecut untuk menjadi insan yang terbaik, berguna bagi agama dan negara. Orang pesantren menyebutnya skill of life (keterampilan hidup), semua itu dijalani Ahmad dengan penuh keikhlasan, sehingga tidak terbesit dalam dirinya rasa putus asa dan ingin pindah. Karena ia selalu teringat nasihat kyai ayahnya ketika dibis, “bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”.
Selain itu, Ahmad juga belajar Muhadhoroh (pidato), baik dengan bahasa arab ataupun bahasa inggris, saat itu Ahmad menjadi MC (master of ceremony) atau pembawa acara diminggu bahasa iggris, dia berbicara dengan lantang, tanpa takut salah, walaupun bahasa inggrisnya kurang tepat, tapi ini dalam rangka pembelajaran, ujar Ahmad.
Ditahun keduanya di pesantren Daarul ilmi, ia masuk jurusan IPS (ilmu pengetahuan sosial), karena cita-citanya sudah tertanam sejak kelas enam SD, yaitu menjadi pengusaha sukses yang hapal Al-Qur’an, maka pelajaran Ekonomi adalah pelajaran yang disukainya. Saat itu, pengajar Ekonomi, bernama Pak Hasrul sangat profesional dalm mengajar, para santrinya juga antusias dalam menanya masalah ekonomi, “apakah ada cara terbaik untuk memperbaiki krisis finansial dinegeri ini?” tanya Sofwan, teman sekelas Ahmad.
Sofwan adalah sahabat dekat Ahmad, ia merupakan murid yang pintar ketika dikelas, dia berasal dari Magelang, jawa tengah. Ditahun pertamanya ia sempat tidak dapat ranking, sedangkan Ahmad mendapat ranking dua disemester pertama, sedangkan disemester dua dia mendapat rangking satu. Sofwan punya keahlian dalam memainkan alat-alat musik, seperti gitar, dan drum. Dikegiatan ekstrakulikuler, dia masuk band, sedangkan Ahmad masuk ke jurnalistik. Mereka saling mengenal ditahun kedua di kelas XI IPS A. Sejak, saat itu, Ahmad mulai belajar jika ada soal dan pertanyaan yang sulit, begitupun sebaliknya, mereka saling membantu.
Dipesantren Daarul ilmi, Ahmad mulai diajarkan dalam berorganisasi, disemester kedua kelas XI, terjadi pergantian pengurus OSDAM (organisasi santri Daarul Ilmi), tepatnya dibulan Februari terjadi pemilihan ketua OSDAM, Sofwan, sahabatnya terpilih menjadi ketua OSDAM, sedangkan Ahmad dipilih sebagai pengatur roda keuangan yaitu Bendahara. Ia mulai belajar mengatur debit, credit, dan saldonya. Ia juga harus berhati-hati, supaya uangnya tidak ada yang hilang, karena kalau hilang masalahnya besar, ia harus bertanggung jawab untuk menggantinya. Apalagi, uang yang dipegangnya bisa mencapai puluhan juta, ia mulai belajar dan mengerti, bahwa dipesantren bukan hanya mengaji saja, tapi belajar untuk menatap kehidupan yang sebenarnya.
Selain menjadi Bendahara, Ahmad juga belajar untuk membimbing adik kelasnya dikamar, yang biasa disebut Mudabbir hujroh, bagaimana ia membimbing mengarahkan mereka untuk segera berangkat ke Masjid, atau mengerjakan tugas piket. Hal yang perlu dicatat, adalah berusaha menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : “khoirunnas anfa’ukum linnas” (sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain).
Selain belajar bahasa dan organisasi, dipesantren Daarul ilmi, diajarkan berbagai mata pelajaran seperti ilmu Agama dan Umum, ada ilmu Balaghoh (gaya bahasa bahasa arab), ilmu nahwu, ilmu shorf, ilmu faro’id (ilmu waris), ilmu ushuluddin, ilmu ushul fiqh, dan ilmu fiqih, sedangkan ilmu umum seperti : ilmu hisab (matematika), ilmu sastra indonesia, ilmu sains, ilmu sosial, dan ilmu komputer, yang biasa diebut ilmu TIK (teknologi, informasi, dan komunikasi).
Kesibukannya di organisasi, tidak membuat Ahmad lupa untuk selalu memuroja’ah hapalannya, setiap hari Ahmad mengatur waktunya khusus untuk muroja’ah, karena Ahmad bener-benar takut, ia teringat nasihat kyai Hasan didalam Hadits Rasulullah “bahwa akan ditampakan dosa-dosa ummatku, lalu tidak melihat dosa yang lebih besar kecuali dosa orang yang hafal Al-Qur’an kemudian dia tidak memeliharanya”, Ahmad tidak ingin masuk pada golongan itu. Ahmadpun masih teringat-ingat suatu hadist dari ustadz Farid ketika dipesantren Ar-Rohmah, bahwasannya Abu Musa mengatakan kepada Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda “Jagalah benar-benar Al-Qur’an ini, demi Dzat yang diri Muhammad pada kekuasaan-Nya, sesungguhnya Al-Qur’an itu lebih liar daripada unta yang terikat” diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim. Ahmad sudah berprinsip apa yang sudah ia hapal tidak boleh lupa lagi, untuk itu, Ahmad harus menjaga hafalannya dengan cara mengulangulangnya (takrir) hafalannya. Diantara cara Ahmad seperti memanfaatkan hafalannya pada bacaan dalam sholat. Ahmadpun punya target, untuk menjaga keistiqomahannya, minimal dia khatam dua minggu sekali.
Setelah setahun diorganisasi, Ahmad mulai fokus untuk belajar ujian nasional (UN), tepatnya pada bulan februari, ia turun jabatan sebagai Bendahara, Ahmadpun sudah menatap dunia perkuliahan, dimana dia harus kuliah?, diapun punya cita-cita kuliah di Universitas oxford, Inggris. Universitas yang terkenal di dunia itu, pada saat itu, Negeri Elizabeth itu, terkenal dengan Ekonomi Islamnya, walau pemeluknya minoritas. Hari-hari dia lalui dengan belajar dan belajar baik itu pelajaran ujian nasional, ataupun pelajaran Agama.
Tanggal 9 April, Ahmad bersama teman-temannya mengikuti ujian nasional, ia benar-benar percaya diri mengerjakan soal-soal itu, dengan fokus, dia tidak menoleh kanan dan kiri, dia tahu bahwa Allah Maha Melihat, tiga hari Ahmad dan temantemannya mengikuti hari yang menentukan itu dengan hati yang mendebarkan. Namun, mental Ahmad sudah kuat seperti baja, ia mengerjakan soal dengan penuh ketelitian dan konsentrasi, sebelum ujian Ahmadpun berdo’a bersama teman-temannya “Bismillah, Mudahkan hamba dan teman-teman untuk mengerjakan soal ini dengan mudah, dan mendapat nilai terbaik, Allahumma imtihanina minan naajihin,wal faaizin, wal mumtaziin”.
Sebulan kemudian, hari yang dinantikan Ahmad dan teman-temannya tiba, pengumuman kelulusan ujian nasional dilaksanakan diaula pertemuan, wali kelas Ahmad saat itu bernama ustadz Asep datang membawa amplop kelulusan, para santripun menunggu dengan harap-harap cemas, ustadz Asep pun mengatakan bahwa “semua santri pesantren Daarul ilmi lulus 100 persen”. Semua santri yang hadir diaula itu langsung tersungkur bersujud tanda syukur kepada Allah. Selanjutnya, pak Asep meneruskan bahwa “Santri yang mendapat nilai tertinggi diperoleh oleh saudara Ahmad, santri berasal dari Banyuwangi”. Kyai Husein saat itu memberikan penghargaan sertifikat dan piala pada Ahmad, Ahmadpun berkata dalam sambutannya “Hadza min fadli Robby” (ini merupakan keutamaan dari Robbku).
Tiba-tiba handphone ustadz Asep berbunyi, ustadz Asep langsung mengangkatnya: “Assalamu’alaikum, ini dengan orangtua Ahmad, bu Nani, bahwa sekarang ayah Ahmad sudah meninggal dunia”. Innalillahi wainna ilaihi roji’un. Sambung ustadz Asep.
Hari itu Ahmad begitu bahagia, karena mendapat nilai tertinggi dipesantrennya, ia bersyukur kepada Allah akan hal itu. iapun membuka amplopnya ternyata dia mendapat rata-rata nilai 90, malahan nilai Ekonomi mau menyentuh nilai 100, dia hanya salah dua soal, jadi nilainya 95. Lalu, Ahmad ingin menelepon keluarganya, akhirnya dia ingin meminjam handphone ustadz Asep, wali kelasnya. Untuk memberi tahukan hasil ujian nasionalnya, yang mendapat nilai tertinggi. Dengan senang, Ahmad mencari ustadz Asep, akhirnya Ahmad bertemu ustadz Asep di ruang perpustakaan.
“Ahmad, sekarang kamu siap-siap pulang ya !”. ujar ustadz Asep, sambil menyeka air matanya, “Asyik, ustadz lagi baik ya, tadinya Ahmad mau nelpon orangtua, ngasih tau soal hasil ujian nasional. Tapi kenapa ko ustadz kayak sedih gitu?”. Ayahmu meninggal mad. ujar ustadz Asep, dengan lirih. Sontak wajah Ahmadpun berubah menjadi mendung, seolah tidak percaya akan hal itu, ia kaget tidak kepalang, ia pun langsung berlari keluar meninggalkan ruang perpustakaan, dan menuju kamarnya dengan hati yang menggebu-gebu. tadinya dia berniat ingin menelpon keluarganya, memberitahu soal hasil ujiannya yang mendapat nilai tertinggi, namun, tiba-tiba berita duka menyelimutinya, ayahnya meninggal.
Kematian itu tidak mengenal waktu dan tempat, baik sedang senang atau sedih, sakit atau sehat, tua atau muda, kaya atau miskin, lapang atau sempit, ataupun ketika kita berada di gedung atau dilapangan, dibukit atau dilembah, didarat atau dilaut, kematian pasti akan menghampiri, seseorang. Dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 185, Allah SWT berfirman “kullu nafsiin dzaaiqotul maut” (setiap yang bernyawa akan mati).
Beberapa tahun kemudian, setelah mondok dipesantren Daarul Ilmi Cirebon, karena kondisi keuangan keluarga yang kian menipis, setelah meninggal ayahnya. Karena Ahmad merupakan anak pertama, maka ia menjadi tulang punggung keluarga, ia menggantikan ayahnya meneruskan budidaya ikan. Selain menjual dan membudidayakan ikan, ia mempunyai ide untuk memanfaatkan ikan sebagai sarana membuat bakso. Jadi, memadukan bakso dengan ikan. Bukan sekedar itu, ia menjadikan bakso ikannya bisa untuk digoreng, untuk dibuat kripik, ia menyebutnya kripik basreng, Iapun mulai belajar dari internet, dan mulai mencoba. Walaupun terlihat sederhana, Ahmad ingin setelah berkembang, ia ingin memasarkan produknya ke berbagai negara.
Setelah belajar dari internet, ia mulai tahu tentang stategi rimba, bagaimana konsumen bisa menghampiri produknya. Ahmadpun mulai memasarkan produknya di 7 Eleven ID, di jakarta. Suatu perusahaan bisnis yang akan memasarkan produknya ketujuh negara berbeda, seperti Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Brunei, Myanmar, termasuk Indonesia. Ahmadpun berusaha sekeras mungkin, walaupun sudah beberapa puluh kali gagal dan rugi, ia masih terus berusaha dan bersabar, karena ia masih ingat tiga mahfudzot (pepatah bahasa arab) yang diajarkan pesantrennya, Daarul ilmi yaitu “man jadda wajada, man shobaro dzofiro, man saaro ‘aladdarbi washola”(siapa yang sungguh-sungguh akan berhasil, siapa yang sabar akan beruntung, siapa yang menempuh jalan maka akan sampai). Inilah motivasi Ahmad saat dia putus asa.
Tiga tahun berlalu, saat usia Ahmad baru menginjak 21 tahun, bisnisnya sudah berkembang, kripik basrengnya laris dimana-mana, kerjasamanya bersama perusahaan bisnis 7 Eleven ID, sangat menguntungkannya. Produknyapun menjadi terkenal, lalu, ia pun menambah cabang pabriknya di mancanegaranya, seperti Australia, Hungaria, dan Inggris. Saat itu, mimpi untuk ke universitas oxford menjadi kenyataan, bukan untuk kuliah, tapi menjadi pembicara dalam perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia, sekaligus menjadi tamu undangan. Subhanallah !, kondisi keluarganya juga semakin hari semakin membaik, termasuk dari kondisi finansialnya.
Sekarang, mimpinya menjadi kenyataan menjadi pengusaha muda yang sukses, selain itu, keluarganya diberangkatkan untuk menginjakan kaki di tanah suci Makkah Al-Mukarromah dan Madinah Al-Munawaroh. Mekkah dimana tempat Rasulullah lahir, sedangkan Madinah tempat dimana islam berkembang, pusatnya dakwah islam saat itu, Ahmad dan keluarganyapun sekaligus umroh di tanah suci itu. mereka sekeluarga sangat bahagia. Sedangkan dua sahabatnya dipesantren Ar-Rohmah, Hidayat tumbuh berkembang menjadi pesepakbola profesional dikompetisi Eropa, tepatnya di Malaga, spanyol. Sedangkan Darmawan, yang juga pernah mendapat hadiah umroh, menjadi imam di negeri paman sam, tepatnya kota Newyork, Amerika Serikat. Sedangkan Sofwan, sahabatnya ketika SMA dipesantren Daarul Ilmi, menjadi vokalis gruf Nasyid AlBayan.
Saat ini, Ahmad sudah berkeliling ketujuh negara berbeda, seperti negeri piramid, Roma Italia, negeri penakluk konstantinopel Muhammad Al-Fatih, istanbul Turki, penghasil minyak terbesar Doha Qatar, tempat Shalahuddin Al-Ayyubi Palestina, negeri Thoriq bin Ziyad Malaga Spanyol, negeri Elizabeth London Inggris, dan tanah suci Makkah dan madinah, Arab Saudi. Sedangkan, ketiga sahabatnya Sofwan, Darmawan, dan Hidayat berencana berkumpul reuni bersama Ahmad di negeri yaitu dimana ilmuan kedokteran islam terkenal selama tujuh abad antara abad 7-14, yaitu Ibnu Sina (orang Eropa menyebutnya Avicenna) tepatnya di Universitas Paris, Prancis.
Dua tahun kemudian, diumurnya yang ke23 ia menjadi 10 orang terkaya saat itu, penghasilannya seharinya mencapai satu milyar. Setelah itu, ia bercita-cita akan membuat pesantren yang tersebar dimana-mana, baik dalam atau luar negeri. Ia menamai pesantrennya Pesantren Qur’an Oxford, Ahmad ingin melahirkan santri bukan jago mengaji saja, tapi berpengalaman dalam dunia bisnis, sehingga Islam akan berkembang dan maju dipelosok dunia.
KISAH INI FIKTIF BELAKA, SEMOGA TERINSPIRASI
Hanya Karangan oleh Rizqi Mujahid Fillah
Komentar
Posting Komentar