Hasad Dai
Beberapa rekan di media sosial merendahkan kadar dai yang telah banyak menebar Sunnah, syiarnya dan kebaikan ilmu syariah, karena ada satu dua ketergelinciran yang bisa dinasehati dan diralat. Jika kita sedih ketika seorang dai Sunnah bersalah, maka beberapa rekan ini justru bergembira. Seperti menemukan musuh baru.
Banyak dari kita mengira fitnah itu hanya di masalah politik, berkecimpung di dalamnya, atau berteman dengan ahlul ahwa' dan orang-orang bermasalah manhajnya. Jauh sebelum ada istilah manhaj, Iblis telah terfitnah dengan kesombongannya dan hasadnya.
Di antara awa'iq (penghalang) dari menuntut ilmu adalah hasad dan kibr (kesombongan). Jika dua penyakit ini tidak ada di tengah-tengah penuntut ilmu (bahkan boleh jadi pengajar ilmu), maka untuk apa para ulama mu'ashirun Ahlus Sunnah memasukkan dua hal ini sebagai bentuk penyimpangan manhaj dalam menuntut ilmu?!
Silakan lihat kitab-kitab manhaj karya ahli ilmu kontemporer semisal "Hilyah Thalib al-Ilm" dan beberapa ta'liq atau syarhnya seperti syarh Syaikh Ibn Utsaimin, atau Syaikh Sa'ad asy-Syatsry. Lihat kitab Ma'alim fi Thariq Thalab al-Ilm karya Syaikh as-Sadhan. Lihat kitab at-Ta'shil Fi Thalab al-Ilm karya Syaikh Bazmul. Dan lainnya. Cari lafal 'hasad' dan 'kibr' di kitab-kitab tersebut dan coba mengaca.
Sekiranya bukan karena hasad duniawi dan kesombongan atau ego, tentu kegaduhan lebih ringan dan tidak berulang. Coba kita periksa lagi niat kita. Jangan-jangan memang ada hasad. Dipelihara namun berpura-pura. Semakin lama, sekamnya semakin membara. Jika objek dai itu terjatuh, fulan dan fulan akan mengibarkan bendera. Jika dai tersebut bersabar, fulan dan fulan semakin memanas sambil menunggu ketergelinciran berikutnya.
Maka nasehat kita juga untuk siapapun -terutama dai-dai muda yang memang perlu dinasehati dan diarahkan dengan niatan baik- yang terpercikkan hasad beberapa ikhwan 'netizen Sunnah', berupa syair penyair Arab:
واصبر على حسد الحسود ***** فإن صبرك قاتله
النار تأكل بعضها **** إن لم تجد ما تأكله
"Bersabarlah engkau terhadap dengkinya pendengki
Sungguh kesabaranmu itu membunuhnya
(Laksana) api yang melahap dirinya sendiri
ketika ia tidak menemukan apa yang bisa dilahap"
Jika kita bersabar dan tidak melawan kekejian lisan dan tulisan pendengki, maka ia akan mati dengan dengkinya. Lihatlah api ketika berkobar. Jika sudah tidak ada objek yang bisa dilahap, api justru melahap dirinya sampai mengecil.
Maka Anda bisa lihat, para pendengki berkumpul di status-status yang sedang menaruh kaki di kepala sebagian dai -yang tidak layak diperlakukan sebegitunya-. Para pendengki ini saling mengobral ludah kedengkian. Bahu membahu menyebutkan aib, kesalahan, keburukan dan ketergelinciran objek yang didengki. Semakin tidak berbalas......semakin mereka merasa bertepuk sebelah tangan....in the end mereka akan diam sendiri membara. Menunggu kapan dai tersebut tergelincir.
Jika Anda bertanya siapa guru-guru yang mengajari mereka bertingkah seperti itu, Anda tidak akan percaya. Para guru terhormat berlepas diri dari pendengki. Lalu mereka sebenarnya berpihak ke siapa? Ke guru-guru mereka? Kelihatannya begitu.
Padahal tidak.
Mereka berpihak kepada hawa nafsu pribadi mereka. Semua orang mengaku kenal dekat dengan Laila. Padahal Laila hanya kenal sama Akhi Bambang.
Jika Anda yakin kosong akan hasad dan kesombongan, maka apakah tulisan ini Anda terima?!
Komentar
Posting Komentar