PENGHAFAL AL-QUR’AN HARUS MEMPUNYAI AKHLAQ YANG BAIK



Ketika membaca Al-Qur’an, maka sertailah dengan tadabbur, maka akan muncul keberkahan. Dasar: QS. Shad: 29.
Para penghafal Al Qur’an itu memiliki kedudukan yang mulia. Ini berbanding lurus dengan tanggung jawabnya. Semakin besar/mulia kedudukan maka semakin besar tanggung jawabnya. Al-Qur’an adalah mukjizat.. Para da’i dan penghafal qur’an lah yang akan merefleksikan alqur’an (mukjizat) ini di tengah masyarakat. Kalau Nabi Isa ‘alaihis salam memiliki mukjizat dapat menghidupkan orang mati (dengan izin Allah), maka Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dengan mukjizat Al-Qur’an bisa menghidupkan sebuah generasi yang awalnya mati menjadi sebuah peradaban yang madani.

Jangan sampai Islam dianggap jelek karena penghafal Al-Qur’annya. Penghafal Al-qur’an harus memiliki akhlak yang baik, dan kelebihan-kelebihan lainnya. Ia dikenal dengan puasanya, dengan malam harinya yang diisi dengan ibadah-ibadah.. dll. 

Meskipun penghafal Qur’an memperoleh kedudukan yang tinggi tapi hati-hati karena kalau niatnya salah akan menjadi salah satu dari tiga golongan orang yang masuk neraka pertama kali.
Na’udzubillahi min syarri dzaalik..

Dalam masyarakat kita, penghafal Al-Qur’an adalah orang yang langka.. dan yang lebih langka lagi adalah yang memiliki hafalan MUTQIN, bukan hanya KHOTIM. Jadi, yang diharapkan bukan hanya khatam setor hafalan qur’an 30 juz tapi juga memiliki hafalan yang KUAT, artinya bisa membacakan hafalannya kapanpun diminta (tanpa perlu muraja’ah atau berpikir panjang).
Meskipun sudah
lulus lembaga tahfidz, jangan berhenti di sini. Belajarlah lagi tentang

 ‘Ulumuddin yang lain seperti Bahasa Arab, ‘Ulumul Qur’an, Hadits, Shiroh Nabi dan Ushul Fiqih.. 

Agar lebih mudah memahami al-qur’an, mentadabburinya, dan mengamalkannya.
Untuk orang yang sudah lulus mahad dan sudah mengikuti wisuda tahfidz akan diberikan ijazah tahfidz.. 

Sebenarnya ijazah itu bukan diberikan pada orang yang sudah hafal qur’an tapi pada orang yang sudah selesai belajar tahsin. Mengapa? Karena hafalan itu bisa hilang sedangkan ilmu tahsin yang sudah dikuasai seseorang itu tidak hilang (jika selalu digunakan dan diajarkan). 

Contohnya: seseorang yang sudah hafal qur’an kemudian menikah, bisa dijumpai di antara mereka yang sudah hilang/kabur hafalannya karena sudah sibuk mencari nafkah (atau menjadi ibu rumah tangga). Namun, kalau ilmu tahsin itu bisa lebih bertahan lama meskipun disibukkan dengan aktivitas lain.

Man qoro’a khomsa laa yansa . “Barangsiapa yang membaca 5 juz per hari maka dia tidak akan lupa.” 

Tidak ada ceritanya, para sahabat melakukan muraja’ah dulu kemudian baru bisa membacakan hafalannya. Mengapa? kerena para sahabat sudah memiliki hafalan yang MUTQIN. Bisa jadi seorang yang (dulu) hafal qur’an itu kalah dengan seorang ibu atau nenek dalam hafalan surat Yasin. Mengapa? karena ibu/nenek tadi membaca Surat Yasin seminggu sekali. Sedangkan yang hafal qur’an tadi sudah lama tidak memurajaah hafalannya. Oleh kerena itu, minimal bacalah (khatamkan) Al-Qur’an minimal sekali dalam sepekan, insya Allah tidak akan lupa (dilupakan).
= = = = =

Komentar

Postingan Populer