Meremehkan Maksiat
Meremehkan Maksiat
Oleh : Rizqi Mujahid Fillah
Kita mulai dari Wasiat Ibnu Mas'ud Radhiallahu Anhu yang diriwatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dalam shohihnya.
إن المؤمن يرى ذنوبه كأنه قاعد تحت جبل يخاف أن يقع عليه, وإن الفاجر يرى ذنوبه كذباب مر على أنفه فقال به هكذا فذبه عنه
"Sesungguhnya seorang mukmin memandang dosa-dosanya seakan-akan ia sedang duduk di bawah gunung dan ia takut gunung tersebut jatuh menimpanya. Dan seorang fajir memandang dosa-dosanya seperti seekor lalat yang lewat di hidungnya lalu ia berkata demikian (mengipaskan tangannya di atas hidungnya) untuk mengusir lalat tersebut"
Berkata Ibnu Abi Hamzah, “Sebab hal ini adalah karena hati seorang mukmin diberi cahaya, maka jika ia melihat dari dirinya apa yang menyelisihi cahaya hatinya maka perkaranya akan terasa besar baginya. Dan hikmah dari permisalan dengan gunung adalah bahwasanya perkara-perakara yang membinasakan selain gunung bisa saja seseorang selamat darinya berbeda dengan gunung, jika jatuh menimpa seseorang maka biasanya ia tidak akan selamat. Dan kesimpulannya bahwasanya seorang mukmin didominasi oleh rasa takut karena imannya yang kuat maka ia tidak merasa aman dari siksaan dengan sebab dosa-dosanya, dan inilah kondisi seoerang muslim ia selalu meras takut dan selalu merasa diawasi oleh Allah, ia merasa amalannya kecil dan takut dengan perbuatan dosa yang kecil” (Fathul Bari 11/15)
Berkata Ibnu Hajar menjelaskan permisalan lalat, “Yaitu dosanya terasa ringan dan gampang menurutnya, ia tidak meyakini bahwa dosanya akan mengakibatkan bahaya yang besar sebagaimana bahaya lalat kecil menurutnya dan demikianlah ia mengusir lalat (dengan mudahnya).” (Fathul Bari 11/105)
Orang mukmin yang melakukan ketaatan-ketaatan dan dia dalam keadaan takut, Allah berfirman:
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُون
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka (Al-Muminun : 30)
Apakah maknanya? yaitu orang-orang yang sholat, bersedekah, berzakat, dan berpuasa kemudian mereka takut tidak diterima oleh Allah dari mereka (amalan-amalan mereka tersebut), ini adalah (keadaan seorang mukmin) dalam ketaatan, maka bagaimana jika ia melakukan dosa? bagaimanakah kondisinya? berkata Ibnu Mas’ud, ((Sesungguhnya seorang mukmin memandang dosa-dosanya seakan-akan ia sedang duduk di bawah gunung dan ia takut gunung tersebut jatuh menimpanya)). Dan inilah yang semestinya, yaitu hendaknya kita merasa besar (tidak meremehkan) terhadap dosa yang kita lakukan yang berkaitan dengan hak Allah, kita berdosa karena kurang dalam menunaikan perkara-perkara yang wajib, kurang dalam menunaikan sholat, ibadah haji, mengeluarkan zakat, dalam menunaikan hak-hak manusia, dalam bermu’amalah, dalam bekerja, berbuat curang, tidak amanah, dalam bermualah dengan istri, dengan kedua orang tua, tidak durhaka, dan dalam melaksanakan kebaikan-kebaikan.
Maka seorang mukmin hendaknya takut, melihat dosa-dosanya seakan-akan ia duduk dibawah gunung kawatir gunung tersebut (sewaktu-waktu) jatuh menimpanya. Oleh karena itu manusia diperingatkan dari dosa-dosa mereka dan agar mereka tidak lalai dengan dosa-dosa tersebut. Dan juga seseorang diingatkan agar jangan sampai ia wafat di atas dosa-dosanya sebelum ia beristighfar, diingatkan jangan sampai ia termasuk orang-orang yang selalu berwas-was sebelum ia sempat untuk bertaubat dan beristigfar. Oleh karena itu seorang mukmin dengan perkataan Ibnu Mas’ud ini selalu benar-benar berwaspada dan ia menyertakan kewaspadaannya itu dengan memperbanyak istighfar.
Sebagian atau banyak dari kita yang kadang sering meremehkan maksiat, dan mereka berdalil dengan Bahwasanya Allah itu maha pemurah Allah itu maha pemaaf dan yang lainnya. Mereka juga berdalil dengan kisah tentang seorang perempuan PSK yang memberi makan seorang anjing yang sedang kelaparan kemudian ia masuk surga.
Hal ini disebabkan seseorang itu memandang dalil dari satu sisi tidak melihat dari sisi yang lainnya. Allah Azza Wajalla berfirman
۞ نَبِّئۡ عِبَادِیۤ أَنِّیۤ أَنَا ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِیمُ
وَأَنَّ عَذَابِی هُوَ ٱلۡعَذَابُ ٱلۡأَلِیمُ
Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Akulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang, dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.
(Surat Al-Hijr 49 - 50)
Kita ketahui bersama bahwasanya memang Allah itu maha pemurah Allah itu maha luas ampunannya, tetapi kita juga harus mengetahui bahwasannya siksaan dan azabnya itu pedih, maka berhati-hatilah tentang hal ini. sehingga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pun, seorang manusia yang mulia, takut terhadap Adzab yang pedih Allah Azza wa Jalla berfirman
قُلۡ إِنِّیۤ أَخَافُ إِنۡ عَصَیۡتُ رَبِّی عَذَابَ یَوۡمٍ عَظِیمࣲ
Katakanlah (Muhammad), “Aku benar-benar takut akan azab hari yang besar (hari Kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku.
(Surat Al-An'am 15)
Dan yang kedua, kita lihat tentang kisah nya seorang perempuan PSK yang memberikan makan anjing, saat itu anjing itu kelaparan. beberapa penjelasan tentang kisah ini para ulama menjelaskan
1. Karena Faktor keikhlasan dari seorang perempuan ini karena pada saat itu tidak ada seorang pun yang melihat
2 Terjadi dalam kondisi tertentu dan tidak berlaku juga terhadap perempuan PSK yang lainnya
Kita bisa lihat dan saksikan zaman sekarang ini, merajalelanya perzinahan. Ini terjadi tentunya karena beberapa Faktor salah satunya : Adanya media-media seperti TV, Youtube, Instagram, Facebook, dan yang lainnya. Maka Interaksi dengan lawan jenis sangatlah mudah, dia cukup diam dirumah, dia bisa chatting an dengan yang lawan jenis, Wal Iyadzu Billah, terlebih juga dengan adanya tontonan yang tidak bermutu. Seperti sinetron percintaan, menambah bobrok moral suatu negeri. Akhirnya kaum muda dan Mudi, menjadikan tontonan sebagai panutan dan idola, hubungan diantara lawan jenis pun dianggap biasa, padahal dalam Islam, Hal ini tentu jelas dilarang dan merupakan perkara yang besar. Allah sangat melarang tindak-tanduk yang menuju kepada perzinahan atau sarana menuju perzinahan, Seperti : Diawali dengan chattingan, lalu teleponan, lalu janjian, berduaan dan jalan-jalan, dan yang lainnya, Wal iyadzu Billah. Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَلَا تَقۡرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰۤۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَـٰحِشَةࣰ وَسَاۤءَ سَبِیلࣰا
Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.
(Surat Al-Isra' 32)
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ حَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ كِتَابَ اللهِ
"Jika zina dan riba sudah muncul di sebuah negeri maka mereka telah menghalalkan azab yang ditetapkan Allah"
(HR. Al Baihaqi, Syu’abul Iman No. 5416. Al Hakim, Al Mustadrak No. 2261, kata Al Hakim: Shahihul isnad. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ No. 679).
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda :
كُـتِبَ عَلَـى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُـهُ مِنَ الـِزّنَا مُدْرِكٌ ذٰلِكَ لَا مَـحَالَـةَ : فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُـمَـا النَّظَرُ ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُـمَـا الْاِسْتِمَـاعُ ، وَالـِلّسَانُ زِنَاهُ الْـكَلَامُ ، وَالْيَـدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْـخُطَى ، وَالْقَلْبُ يَـهْوَى وَيَتَمَنَّى ، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَ يُـكَـذِّبُـهُ
Telah ditentukan atas anak Adam (manusia) bagian zinanya yang tidak dapat dihindarinya : Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lisan adalah berbicara, zina tangan adalah dengan meraba atau memegang (wanita yang bukan mahram), zina kaki adalah melangkah, dan zina hati adalah menginginkan dan berangan-angan, lalu semua itu dibenarkan (direalisasikan) atau didustakan (tidak direalisasikan) oleh kemaluannya
Islam menjaga nasab (keturunan). Oleh karena itu, Allah mengharamkan zina dan segala jalan yang akan membawa kepada zina.
Perzinahan adalah perbuatan yang keji, dia akan mendapatkan azab di dunia dan juga di alam kubur, ketika di dunia, Islam sudah mengatur bahwasanya orang yang berzina akan dicambuk 60 sampai 80 kali, sedangkan bagi yang sudah menikah ia beezina maka hukumannya dirajam.
Maka hendaklah seseorang jangan menyepelekan dan meremehkan maksiat zina ini, karena adzabnya bukan di dunia tapi juga di alam kubur dan akhirat.
Maka oleh karena itu kita harus banyak dan intropeksi diri, dalam perkara perkara ibadah maka memperbaiki diri dalam ibadah, dengan cara merasa takut kepada Allah, berharap akan pahala dan surga-nya. dan mencintai Allah dan rasulnya.
Inilah landasan ibadah. ketika dia ingin melakukan melaksanakan maksiat, dia mengingat Allah, takut kepada Allah akan siksa dan adzabnya yang pedih. maka hendaknya kita selalu berdizikir dan bertobat kepada Allah.
Madinah, 1 Juni 2020
Komentar
Posting Komentar