Gelar “Haji” & Hajjah” dan Keikhlasan
“Masa’ sih ada yang sudah naik haji, kalau gak dipanggil pakai “haji” kagak noleh-noleh”
Satu hal yang harus sangat dijaga dalam ibadah haji dan umrah adalah keikhlasan, yaitu hanya mengharap pahala dari Allah Ta’ala semata, bukan karena riya’, bukan karena pujian manusia dan bukan karena gengsi
Sebaiknya sebelum naik haji, kita hindari terlalu banyak menceritakan berita akan naik haji ke mana-mana, mengunggah foto-foto latihan saat manasik di HP dan media sosial.
“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup dan yang suka menyembunyikan amalannya.”[1]
Catatan terhadap gelar “haji”
1. Sebaiknya tidak menggunakan gelar haji untuk lebih menjaga keikhlasan.
2. Gelar haji pun tidak ada contoh dan tuntunananya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, serta para imam dan ulama-ulama sebelum kita.
3. Ibadah haji adalah ibadah yang agung, butuh pengorbanan harta yang tidak sedikit dan pengorbanan fisik. Kesempatannya juga cukup langka. Hendaknya amalan tersebut diikhlaskan kepada Allah semata. Perlu kita ingat bahwa orang yang pertama kali dimasukkan neraka adalah orang yang niatnya tidak ikhlas
4. Jika pahala rusak, maka sia-sia, padahal pengorbanan sudah begitu banyak.
5. Yang paling penting dari ibadah haji adalah kelanjutan setelahnya, bukan gelar haji setelahnya. Selepas naik haji, hendaknya ibadah kita tetap istiqamah, rajin shalat berjamaah di masjid, tetap shalat malam, menjaga perkataan dan perbuatan serta berhias dengan akhlak yang mulia yang membuat lapang hati manusia.
6. Terkadang gelar “haji & hajjah” berguna juga dan bisa sesekali digunakan misal ketika akan berdakwah di suatu kampung yang mereka lebih mendengar dan menghormati yang sudah berhaji
baca selengkapnya ا:
http://muslimafiyah.com/gelar-haji-hajjah-dan-keikhlasan.html
Penyusun: Raehanul Bahraen
Komentar
Posting Komentar