Perayaan Bukan Dengan Perasaan (Mengkritisi Perayaan Hari Ibu)
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi
Ketahuilah—wahai saudaraku—bahwa perayaan tahunan dalam Islam hanya ada dua macam, Idul Fitri dan Idul Adha, berdasarkan hadits:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ : كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا, فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم الْمَدِينَةَ قَالَ :كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhuberkata, “Tatkala Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam datang di kota Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari untuk bersenang-senang (bergembira) sebagaimana di waktu jahiliah, lalu beliau bersabda, ‘Saya datang kepada kalian dan kalian memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang sebagaimana di waktu jahiliah. Dan sesungguhnya Alloh telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik, Idul Adha dan Idul Fitri.”(HR. Ahmad: 3/103, Abu Dawud: 1134, dan an-Nasa‘i: 3/179)
Hadits ini menunjukkan bahwa Rosulullohshalallahu ‘alayhi wasallam tidak ingin umatnya membuat-buat perayaan baru yang tidak disyari’atkan Islam. Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh Ibnu Rojabrahimahullah, “Sesungguhnya perayaan tidaklah diadakan berdasarkan logika dan akal sebagaimana dilakukan oleh ahli kitab sebelum kita, tetapi berdasakan syari’at dan dalil.” (Fathul Bari: 1/159, Tafsir Ibnu Rojab: 1/390)
Beliau juga berkata, “Tidak disyari’atkan bagi kaum muslimin untuk membuat perayaan kecuali perayaan yang diizinkan syari’at yaitu Idul Fitri, Idul Adha, hari-hari tasyriq — ini perayaan tahunan, dan hari Jum’at — ini perayaan mingguan. Selain itu, menjadikannya sebagai perayaan adalah bid’ah dan tidak ada asalnya dalam syari’at.” (Latho‘iful Ma’arif hlm. 228)
Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullahberkata, “Perayaan dalam Islam itu terbatas dan diketahui. Hal ini sesuai dengan kaidah syari’at bahwa ibadah itu harus sesuai dengan dalil sehingga tidak boleh beribadah kepada Alloh kecuali dengan apa yang telah disyari’atkan. Dan hal ini juga berdasarkan kaidah haramnya berbuat bid’ah dalam agama.
Dan sesuai dengan kaidah haramnya tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dalam hal-hal yang khusus bagi mereka, baik berupa ucapan, perbuatan, mode dan sebagainya.” (Iedul Yuyil Bid’atun Fil Islam hlm. 7–8).
Dengan demikian, maka tidak disyariatkan bahkan terlarang perayaan hari ibu 22 desember karena:
1. Tidak ada dalilnya dalam Al Quran dan hadits
2. Tasyabbuh dengan kufar. Banggalah dg agamamu. Jngn latah.
3. Bakti kepada bkn hanya sekali dalam setahun tapi setiap saat.
Semoga kita termasuk anak yg berbakti kpd ortu. Amin.
Komentar
Posting Komentar