HAID



Oleh : Rizqi Mujahid Fillah
Makna Haid

Menurut bahasa, haid berarti سيلان (sesuatu yang mengalir) Dan menurut syara’ ialah:

دم طبيعة و جبلة، و يخرج من قعر الرحم في أوقات معلومة، خلقه الله لحكمة غذاء الجنين في بطن أمه

Darah yang terjadi pada wanita secara alami, bukan karena suatu sebab, dan pada waktu tertentu. Yang keluar dari bagian cekungan rahim (kemaluan/ tempat Melahirkan/ bukan tempat kencingnya) Allah subhanahu wa ta'ala telah menjadikan pada diri kaum wanita proses pengeluaran darah yang berguna sebagai zat makanan bagi janin dalam kandungan ibu [1], 
Maka ada yang menyebutkan ibu yang hamil itu tidak akan haid.

Jadi haid adalah darah normal, atau kesuburannya, dan merupakan fithrah, bukan disebabkan oleh suatu penyakit, luka, keguguran atau kelahiran. Oleh karena haid adalah darah normal, maka darah tersebut berbeda sesuai kondisi, lingkungan dan iklimnya, sehingga terjadi perbedaan yang nyata pada setiap wanita.

Sedangkan Makna Nifas

الدم الذي ترخيه الرحم بسبب الولادة
Darah yang keluar dari pelunakan rahim disebabkan kelahiran [2]

Sedangkan Makna Istihadhoh

دم ناشئ عن مرض و يسمى "نزيف" يخرج من أعلى الرحم، و ليس له أوقات محددة
Darah yang muncul dari penyakit [3], yang dinamai Naziif (pendarahan), dia keluar dari bagian atas rahim, dan bukan pada waktu yang tertentu

HIKMAH HAID

Adapun hikmahnya, karena janin yang ada di dalam kandungan ibu tidak dapat memakan sebagaimana yang dimakan anak diluar kandungan, dan tidak mungkin bagi si ibu untuk menyampaikan sesuatu makanan untuknya, maka Allah subhanahu wa ta'ala telah menjadikan pada diri kaum wanita proses pengeluaran darah yang berguna sebagai zat makanan bagi janin dalam kandungan ibu tanpa perlu dimakan dan dicerna, yang sampai kepada tubuh janin melalui tali pusar, di mana darah tersebut merasuk melalui plasenta dan menjadi zat makanannya. Maha Mulia Allah, Dialah sebaik-baik Pencipta.

Inilah hikmah haid. Karena itu, apabila seorang wanita sedang dalam keadaan hamil tidak mendapatkan haid lagi, kecuali jarang sekali. Jika ia melihat darah,  maka itu bukanlah haid,  ia adalah Nazif (pendarahan).

Seperti yang dikatakan Imam Ahmad : 
إنما تعرف النساء  الحمل بانقطاع الحيض
Sesungguhnya kaum wanita dapat mengetahui dengan adanya kehamilan itu dengan berhentinya haid

Demikian pula wanita yang menyusui sedikit yang haid, terutama pada awal masa menyusui.

Disebutkan juga bahwa diantara sebab dari haid atau awal mulanya adalah ujian Allah kepada Hawa Alaihas Salam,  ketika peristiwa dimakannya buah khuldi,  maka tersisalah pada keturunannya sampai hari kiamat. Dalam Shohih Bukhori dan Muslim disebutkan, dari Hadits Aisyah

 إن هذا الأمر كتبه الله على بنات آدم
Inilah sesuatu yang Allah tetapkan kepada anak perempuan Bani Adam

Al-Hafizh ibnu Hajar Rahimahullah meyebutkan juga dalam kitabnya Fathul Bari  (1/400), yang berasal dari Imam Al-Hakim,  dan Ibnu Mundzir,  dari Ibnu Abbas,  dengan sanad yang shohih

إن ابتداء الحيض كان على حواء بعد أن أهبطت من الجنة
"Sesungguhnya awal mula haid itu ketika hawa dikeluarkan dari Syurga"

Imam Nawawi mengatakan bahwa ini adalah hal yang umum bagi semua anak perempuan Bani Adam

SIFAT DARAH HAID 

Sifat darah haid itu identik dengan warna merah kehitam-hitaman, cenderung ke hitam,  bukan hitam pekat,  karena najis yang kotor, dan  lengket,  baunya amis atau seperti busuk, [4]

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda Hadits Fatimah Binti Abi Hubaisy yang mengalami Istihadhoh (darah penyakit) 

إِنَّ دَمَ الْحَيْضِ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ، فَإِذَا كَانَ ذَلِكِ فَأَمْسِكِي عَنِ الصَّلَاةِ، وَإِذَا كَانَ الْآخَرُ فَتَوَضَّئِي وَصَلِّي فَإِنَّما هو عِرق
Apabila darah haid itu Warna hitam yang diketahui (wanita, karena setiap bulan keluar),  Maka oleh karena itu,  jangan kamu sholat,  dan jika darah yang lainnya (istihadhoh), maka hendaklah wudhu dan dan sholat,  karena sesungguhnya ia adalah darah penyakit 
(H.R Abu Daud,  An-Nasai,  Ibnu Hibban,  Daruqutni) 

Setelah itu,  diantara warna-warna haid itu sendiri adalah warna merah keruh,  karena merupakan warna asli darah,  setelah itu akan menjadi cairan berwarna kuning,  ini menunjukan waktu masa haid akan selesai,  dan juga  seperti air keruh , tidak berwarna,  antara putih dan hitam,  seperti warna yang keruh kotor,  dan sebentar lagi akan selesai [5].

USIA HAID
 
Usia haid biasanya dan sering adalah antara 12 sampai 50 tahun, Dan kemungkinan seorang wanita sudah mendapatkan haid sebelum usia 12 tahun, atau masih mendapatkan haid sesudah usia 50 tahun. Itu semua tergantung pada kondisi, lingkungan dan iklim yang mempengaruhinya. seperti yang dikatakan Syaikh Al-Utsaimin dalam Risalah Tentang Haidnya. Misalnya : Wanita Indonesia tentu berbeda dengan wanita Arab,  Karena wanita Arab biasanya lebih cepat

Para ulama, berbeda pendapat tentang apakah ada batasan tertentu bagi usia haid, di mana seorang wanita tidak mendapatkan haid sebelum atau sesudah usia tersebut?  kebanyakan Fuqoha berkata : bahwa Bukan termasuk Haid sebelum berusia 9 tahun,  jika melihat darah dibawah 9 tahun,  maka bukanlah darah haid,  dan tidak mungkin haid sebelum berusia 9 tahun dan ini merupakan perkiraan yang mendekati hal yang benar juga,  Karena Atsar dari Aisyah Radhiyallahu Anha pernah berkata : 

إذا بلغتِ الجاريةُ تسع سنين فهي امرأة
Apabila seorang budak sampai berusia 9 tahun,  maka ia adalah wanita. 
( H.R At-Tirmidzi no 1109, dan Baihaqi : 1/139)

Ad Darimi, setelah menyebutkan pendapat-pendapat dalam masalah ini, mengatakan: “hal ini semua, menurut saya keliru. Sebab, yang menjadi acuan adalah keberadaan darah. Seberapa pun adanya, dalam kondisi bagaimanapun, dan pada usia berapapun, darah tersebut wajib dihukumi sebagai darah haid. Dan hanya Allah Yang Maha Tahu”.
Pendapat Ad Darimi inilah yang  menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Kemudian Mengenai Batasan umur maksimal seseorang wanita haid,  para Ulama juga berbeda pendapat dalam hal ini,  dalam Madzhab hambali sendiri bahwasannya mereka berpendapat tidak ada haid setelah berumur 50 tahun,  maka setelah berumur 50 tahun,  tidak haid lagi,  jika keluar darah setelah berumur tersebut maka bukanlah haid,  dia merupakan Najif (pendarahan), ini juga dinamai "Sinnal Ya'is" Umur perempuan yang tidak haid lagi

وَٱلَّـٰۤـِٔی یَىِٕسۡنَ مِنَ ٱلۡمَحِیضِ 
Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara istri-istrimu
(Surat Ath-Thalaq 4) 

Aisyah juga pernah berkata

إذا بلغت المرأة خمسين سنة خرجت من حد الحيض ذكره أحمد
Apabila telah sampai umur seorang wanita 50 tahun,  telah keluar darinya batasan haid. 
(Disebutkan dari Imam Ahmad dalam kitab Masail Ishaq Al-Kusaj : 807) dan ditunjukan bahwa riwayat ini lemah. 

Dan beberapa ulama mengatakan tidak ada ada batasan maksimal usia Haid,  ini merupakan Madzhab Hanafi,  yang juga dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,  Imam Malik dan Imam Syafii pernah berkata juga mengenai hal ini: tidak ada batasan,  sesungguhnya dia kembali kepada kebiasaan disuatu tempat. 

Jadi kapanpun seorang wanita mendapatkan darah haid berarti ia haid, meskipun usianya belum mencapai 9 tahun atau di atas 50 tahun. Sebab Allah subhanahu wa ta'ala dan Rasul-Nya mengaitkan hukum-hukum haid pada keberadaan darah tersebut. Maka dalam masalah ini, wajib mengacu kepada keberadaan darah yang telah dijadikan sandaran hukum. Adapun pembatasan pada masalah di atas tidak ada satupun dalil yang menunjukkan hal tersebut.

Bagaimana Hukum Warna darah kekuningan dan Keruh? 

Jika seorang wanita mendapatkan darah berwarna kekuningan dan yang keruh atau tidak berwarna,  diantara putih dan hitam,  seperti warna keruh kotor,  jika melihatnya ketika waktu biasa haid maka ia merupakan darah haid,  maka ia meninggalkan hal-hal yang dilarang dalam haid,  ini merupakan Madzhab Hambali,  Syafii,  Al-Auzai,  Ishaq Bin Rahawaih,  dan yang lainnya
Ibnu Rusy berkata : Tidak ada perbedaan pendapat bahwa cairan kekuning-kuningan dan yang keruh adalah haid. 

Allah Azza Wajalla Berfirman 

وَیَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡمَحِیضِۖ قُلۡ هُوَ أَذࣰى فَٱعۡتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَاۤءَ فِی ٱلۡمَحِیضِ وَلَا تَقۡرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ یَطۡهُرۡنَۖ فَإِذَا تَطَهَّرۡنَ فَأۡتُوهُنَّ مِنۡ حَیۡثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُۚ إِنَّ ٱللَّهَ یُحِبُّ ٱلتَّوَّ ٰ⁠بِینَ وَیُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِینَ
Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.
(Surat Al-Baqarah 222) 

Dalam suatu hadits dijelaskan
كَانَ النِّسَاءُ يَبْعَثْنَ إِلَى عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ بِالدِّرَجَةِ ، فِيهَا الْكُرْسُفُ ، فِيهِ الصُّفْرَةُ مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ، يَسْأَلْنَهَا عَنِ الصَّلَاةِ، فَتَقُولُ لَهُنَّ : لَا تَعْجَلْنَ حَتَّى تَرَيْنَ الْقَصَّةَ الْبَيْضَاءَ
Para Wanita mengutus kepada Aisyah Ummul Mukminin dengan sebuah Bejana,  didalamnya ada kain,  dan juga cairan kekuning-kuningan dari darah haid,  mereka bertanya kepadanya tentang sholat,  kemudian Aisyah berkata : Janganlah buru-buru sampai kalian melihat sesuatu yang putih (ketika berhentinya darah haid). 

Tetapi jika hal ini terjadi setelah waktu biasa haid, atau setelah suci atau setelah melihat cairan putih,  maka ini bukan haid,  walaupun berulang-ulang,  inilah yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,  dan yang lainnya. Dan diriwayatkan dari Ahmad dan Abu Daud : Tentang wanita yang melihat sesuatu setelah suci?  Maka itu adalah darah kotor,  Imam Baghowi berkata : Ini adalah perkataan kebanyakan Fuqoha. 

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ وَكَانَتْ بَايَعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كُنَّا لَا نَعُدُّ الْكُدْرَةَ وَالصُّفْرَةَ بَعْدَ الطُّهْرِ شَيْئًا
Dari Ummi Athiyah, -adalah seorang wanita yang pernah berbaiat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam- dia berkata, "Kami sama sekali tidak menganggap Darah yang berwarna Keruh/coklat (kehitam-hitaman) dan ke kuning-kuningan setelah bersuci sebagai (darah haid). "
 (H. R Abu Daud) 
Hadits ini mempunyai hukum marfu' dikalangan ahlul Hadits,  maka ini taqrir (ketetapan)  Rasulullah

Catatan Kaki
1) Lisanul Arab : 4/142,  Al-Mathla' : 40, Ad-Dur An-Naqiy : 1/139
2) Ad-Dur Naqiy : 1/150
3) Al-Mathla : 41
4) shohih Fiqhus sunnah
5) Fiqhus sunnah

Komentar

Postingan Populer