Sholat Dhuha, Hukum, Keutamaan dan jumlah Rakaat
Para ulama sendiri atau jumhur salaf dan juga mutaakhirin seperti yang dikatakan Imam Nawawi, sepakat bahwasannya hukum shalat Dhuha adalah sunnah, Begitupun 4 Madzhab yakni Hanafi, Maliki, Syafii, Hanbali bahwa hukum Sholat Dhuha adalah Sunnah.
Mengenai Madzhab Syafii Imam Nawawi Rahimahullah berkata
أما حُكم المسألة، فقال أصحابنا: صلاة الضحى سُنَّة مؤكَّدة
"Adapun mengenai hukum masalah, Maka telah berkata Ulama Syafiiyyah : Sholat Duha adalah Sunnah Muakkadah.
(Majmu : 4/36)
Dan Dalam Madzhab Hambali, hendaklah hal ini tidak mendawamkannya setiap hari, karena hal ini bukan hal yang wajib dan bukan yang termasuk dalam sunnah Rawatib.
Imam Mardawi Rahimahullah Berkata
والصحيح من المذهب: أنه لا يستحبُّ المداومة على فِعلها، بل تفعل غباً
Dan yang shohih dalam Madzhab (Hambali), Bahwa tidak dianjurkan dikerjakan secara kontinyu, melainkan dikerjakan secara silang.
(Al-Inshof : 2/136)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : "Dan Para ulama mengatakan jika belum melaksanakan Qiyamul lail, hal ini sangat dianjurkan atau sunnah muakkadah dengan dilakukan secara kontinyu"
DIANTARA DALIL ANJURAN DAN KEUTAAMAANNYA ADALAH SEBAGAI BERIKUT
1.Merupakan Wasiat Nabi
Terdapat dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
أوصاني خليلي رسول الله صلى الله عليه وسلم بثلاث، صيام ثلاثة أيام من كل شهر، وركعتي الضحى وأن أوتر قبل أن أنام
“Kekasihku (Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam) mewasiatkan kepada ku dengan tiga hal
1. Shaum tiga hari di setiap bulan (Ayyamul Bidh: 13,14,15)
2. Dua Rakaat Shalat Sunah Dhuha
3. Sholat sunnah Witir sebelum tidur.
(H. R Bukhori no 1981, Muslim no 721, Abu Daud no 1432, An-Nasai no 1677, Ad-Darimi no 1495, dan Ahmad no 7138)
2. Mengganti sedekah dengan 360 persendian
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda dari Hadits Buraidah
في الإنسانِ سِتونَ و ثلاثُمِئَةِ مَفْصِلٍ ، فَعليهِ أنْ يَتَصَدَّقَ عن كلِّ مَفْصِلٍ صدقةً . قالوا فمَنْ يطيقُ ذلكَ يا رسولَ اللهِ ؟ قال : النُّخَاعَةُ في المسجدِ تَدْفِنُها ، و الشَّيْءُ تُنَحِّيهِ عَنِ الطَّرِيقِ ، فإنْ لمْ تَقْدِرْ ، فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجزِي عَنْكَ
"Pada diri manusia itu terdapat tiga ratus enam puluh persendian, maka hendaklah ia memberi sedekah untuk setiap persendiannya tersebut." Para sahabat berkata, "Wahai Nabi Allah, siapa yang akan mampu melakukannya!" beliau bersabda: "Mengubur ludah dalam masjid atau sesuatu yang engkau buang dari jalan (adalah sedekah), jika tidak mendapatinya maka dua rakaat dhuha sudah cukup bagimu."
(H.R Abu Daud no 5242, dan Ahmad no 23037, dan dishohihkan Al-Albani didalam Shohih at-Targhib no 666)
Imam Asyaukani Rahimahullah Berkata
وَالْحَدِيثَانِ يَدُلَّانِ عَلَى عِظَمِ فَضْلِ الضُّحَى وَكِبَرِ مَوْقِعِهَا وَتَأَكُّدِ مَشْرُوعِيَّتِهَا، وَأَنَّ رَكْعَتَيْهَا تُجْزِيَانِ عَنْ ثَلَاثِمِائَةٍ وَسِتِّينَ صَدَقَةً، وَمَا كَانَ كَذَلِكَ فَهُوَ حَقِيقٌ بِالْمُوَاظَبَةِ وَالْمُدَاوَمَة
“Hadits (Abu Dzar dan hadits Buraidah) menunjukkan keutamaan yang luar biasa dan kedudukan yang mulia dari Shalat Dhuha. Hal ini pula yang menunjukkan semakin disyari’atkannya shalat tersebut. Dua raka’at shalat Dhuha sudah mencukupi sedekah dengan 360 persendian. Jika memang demikian, sudah sepantasnya shalat ini dapat dikerjakan rutin dan terus menerus”
(Nailul Author, 3/78).
Pahala dua raka’at Dhuha setara dengan pahala sedekah persendian yang berjumlah 360 persendian, akan tetapi kadang kita menyepelekannya, dan Hari berganti hari tanpa kita melakukan sholat Dhuha.
3. Sholat Awwabin yaitu sholat yang kembali taat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda.
لا يحافظ على صلاة الضحى إلا أواب، وهي صلاة الأوابين
“Tidaklah menjaga shalat sunnah Dhuha melainkan awwab (orang yang kembali taat). Inilah shalat awwabin.”
(HR. Ibnu Khuzaimah, dan At-Thobroni, dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib 1: 164).
Imam Nawawi rahimahullah berkata
وَالْأَوَّابُ الْمُطِيعُ وَقِيلَ الرَّاجِعُ إِلَى الطَّاعَةِ وَفِيهِ فَضِيلَةُ الصَّلَاةِ هَذَا الْوَقْتَ
“Awwab adalah muthii’ (orang yang taat). Ada pula ulama yang mengatakan bahwa maknanya adalah orang yang kembali taat”.
(Syarh Nawawi ‘Ala Muslim, 6/30).
4. Mendapatkan Pahalanya seperti pahala haji dan umroh yang sempurna, Sempurna, Sempurna
Didalam hadits Anas Bin Malik, Riwayat Imam At-Tirmidzi no 586, dihasankan Ulama, diantaranya Syaikh Al-Albani dalam kitab Silsilah Al-Ahadits As-Shohihah no 3403
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ صَلَّى الغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
"Barang siapa yang shalat subuh berjama'ah kemudian duduk berdzikir sampai matahari terbit yang dilanjutkan dengan shalat dua raka'at, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah." dia (Anas radliallahu 'anhu) berkata, Rasulullah bersabda: "Sempurna, sempurna, sempurna."
5. Akan dicukupi urusannya di akhir siang
يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : يَا ابْنَ آدَمَ، لَا تُعْجِزْنِي مِنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ فِي أَوَّلِ نَهَارِكَ ؛ أَكْفِكَ آخِرَهُ
“Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan empat raka’at shalat di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu akan mencukupimu di akhir siang.”
(HR. Ahmad (5/286), Abu Daud no. 1289, At Tirmidzi no 475, Ad Darimi no 1451, dishohihkan Al Albani dan Syu’aib Al Arnauth)
Al-Azhim Al Abadi Rahimahullah berkata
يَحْتَمِلُ أَنْ يُرَادَ كِفَايَتُهُ مِنَ الْآفَاتِ وَالْحَوَادِثِ الضَّارَّةِ وَأَنْ يُرَادَ حِفْظُهُ مِنَ الذُّنُوبِ وَالْعَفْوِ عَمَّا وَقَعَ مِنْهُ فِي ذَلِكَ أَوْ أَعَمُّ مِنْ ذَلِكَ
“Hadits ini bisa mengandung pengertian bahwa shalat Dhuha akan menyelematkan pelakunya dari berbagai hal yang membahayakan. Bisa juga dimaksudkan bahwa shalat Dhuha dapat menjaga dirinya dari terjerumus dalam dosa atau ia pun akan dimaafkan jika terjerumus di dalamnya. Atau maknanya bisa lebih luas dari itu.”
(‘Aunul Ma’bud : 4/118)
At-Thibby Rahimahullah berkata
أَيْ أَكْفِكَ شُغْلَكَ وَحَوَائِجَكَ وَأَدْفَعُ عَنْكَ مَا تَكْرَهُهُ بَعْدَ صَلَاتِكَ إِلَى آخِرِ النَّهَارِ وَالْمَعْنَى أَفْرِغْ بَالَكَ بِعِبَادَتِي فِي أَوَّلِ النَّهَارِ أُفْرِغْ بَالَكَ فِي آخِرِهِ بِقَضَاءِ حَوَائِجِكَ انْتَهَى
“Yaitu engkau akan diberi kecukupan dalam kesibukan dan urusanmu, serta akan dihilangkan dari hal-hal yang tidak disukai setelah engkau shalat hingga akhir siang. Yang dimaksud, selesaikanlah urusanmu dengan beribadah pada Allah di awal siang (di waktu Dhuha), maka Allah akan mudahkan urusanmu di akhir siang.”
(Tuhfatul Ahwadzi : 2/478)
JUMLAH RAKA’AT PALING MINIMAL
Jumlah Rakaatnya paling sedikit adalah 2 Rakaat, ini juga sesuai dengan 4 Madzhab yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali, dan dijelaskan dalam hadits dari Abi Dzar Radhiallahu Anhu, riwayat Imam Muslim no 720.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ؛ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى
"Dipagi hari disetiap persendian diantara kalian itu (ada yang wajib) shodaqoh, dan setiap tasbih itu shodaqoh, dan setiap tahmid itu shodaqoh, dan setiap tahlil itu shodaqoh, dan setiap takbir itu shodaqoh, dan setiap Menyuruh kepada kebaikan itu shodaqoh, dan setiap Melarang berbuat kemungkaran itu shodaqoh, dan cukup dari hal itu 2 Rakaat Sholat Dhuha"
Imam Nawawi rahimahullah Berkata
وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى عِظَمِ فَضْلِ الضُّحَى وَكَبِيرِ مَوْقِعِهَا وَأَنَّهَا تَصِحُّ رَكْعَتَيْنِ
“Hadits dari Abu Dzar adalah dalil yang menunjukkan keutamaan yang sangat besar dari shalat Dhuha dan menunjukkannya kedudukannya yang mulia. Dan shalat Dhuha bisa cukup dengan dua raka’at”.
(Syarh Nawawi Ala Muslim, 5/234).
Shalat Dhuha minimalnya adalah dua rakaat, sedekah adalah segala bentuk kebaikan, bukan hanya terbatas bersedekah dengan harta, dan Sholat Dhuha bisa menggantikan sedekah dengan seluruh persendian.
JUMLAH RAKAAT PALING BANYAK DAN PELAKSANAANYA
Sedangkan Rakaatnya paling banyak 8 Rakaat, dan ini merupakan pendapat jumhur atau mayoritas Ulama, dan juga Madzhab Hambali, Maliki, dan Madzhab Syafi'i yang mu'tamad.
Imam Nawawi Rahimahullah berkata mengenai Madzhab Syafii
أَمَّا حُكْمُ الْمَسْأَلَةِ فَقَالَ أَصْحَابُنَا صَلَاةُ الضُّحَى سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ وَأَقَلُّهَا رَكْعَتَانِ وَأَكْثَرُهَا ثَمَانِ رَكَعَاتٍ هَكَذَا قَالَهُ الْمُصَنِّفُ وَالْأَكْثَرُونَ
“Adapun mengenai hukum masalah yang berkaitan dengan Sholat Dhuha, Maka Ashabuna (Ulama Syafiiyyah) Berkata bahwa hukumnya sunnah muakkadah, paling sedikit 2 Rokaat, dan paling banyak 8 Rakaat, inilah yang dikatakan penulis (Imam Nawawi) dan kebanyakan dari (Madzhab Syafii)”.
(Al-Majmu’ : 4/36)
Didalam hadits yang diriwiyatkan ummi Hani',Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam masuk kerumah ummi hani Fakhitah binti Abi Thalib, maka Rasulullah sholat dirumahnya 8 Rakaat Sunnah Duha.
أنَّهُ لَمَّا كَانَ عَامُ الْفَتْحِ أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ بِأَعْلَى مَكَّةَ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى غُسْلِهِ فَسَتَرَتْ عَلَيْهِ فَاطِمَةُ ثُمَّ أَخَذَ ثَوْبَهُ فَالْتَحَفَ بِهِ ثُمَّ صَلَّى ثَمَانَ رَكَعَاتٍ سُبْحَةَ الضُّحَى
“Bahwa dia ketika tahun Fathu Makkah mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, sedangkan beliau di bagian dataran teratas dari Makkah, Rasulullah sedang mandi, lalu Fathimah menutupinya, kemudian beliau mengambil bajunya, lalu berselimut dengannya, kemudian shalat delapan raka'at pada pagi dhuha”.
(HR Bukhori no 357, dan Muslim no 336)
Maka hal ini menunjukan bahwa Rakaat yang paling banyak dalam sholat Dhuha adalah 8 Rakaat.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata
أنَّ هذا أكثر ما ورد مِن فِعْلِه صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، والأصلُ في العبادَةِ التوقُّفُ
“Bahwasannya hal ini paling banyak dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, dan Asal dalam ibadah adalah Tawaqquf” (berhenti sampai ada dalil yang menjelaskannya)
(Fathul Bari :3/54)
Pendapat ini yang insya Allah lebih kuat
Pendapat yang kedua adalah tidak ada batasan rakaat sholat Dhuha, ini merupakan pendapat pilihan Imam ibnu Jarir At-Thabari, Syaikh Bin Baz, dan Syaikh Al-Utsaimin.
Syaikh Bin Baz Rahimahullah berkata :
لا حدَّ لأكثرها على الأصحِّ، لأنَّه قال: ((ثمَّ صلِّ))، ولم يذكُرْ عددًا
Tidak ada batasan untuk jumlah yang terbanyaknya (Sholat Dhuha) atas pendapat yang shohih karena sesungguhnya Rasulullah bersabda pada suatu hadits “Kemudian Sholatlah” dan beliau tidak menyebutkan bilangan (rakaatnya) .(Majmu Fatawa Bin Baz : 11/402)
Ibnul Qoyyim Rahimahullah berkata :
قال ابن جرير:... والصواب: إذا كان الأمر كذلك: أن يُصلِّيها مَنْ أراد على ما شاء من العدد. وقد روي هذا عن قوم من السَّلف؛ حدَّثَنا ابن حميد، حدَّثَنا جرير، عن إبراهيم، سأل رجلٌ الأسودَ: كم أُصلِّي الضحى؟ قال: كما شئت
Ibnu Jarir Berkata : “Dan yang benar : jika urusan ini begitu, untuk Sholat bagi orang yang ingin sekehendaknya dari bilangan, dan sungguh telah diriwayatkan hal ini dari salaf, Telah menceritakan Ibnu Hamid, Telah menceritakan Jarir, Dari Ibrahim, Seorang laki-laki hitam bertanya : Berapa saya mengerjakan sholat Dhuha? Dia menjawab : Sekehendakmu”.
(Zadul Maad : 1/351-352)
Dan Dalam Hadits dari Aisyah Radhiallahu anha, Riwayat dari Imam Muslim no 719.
كان رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يُصلِّي الضحى أربعًا، ويَزيد ما شاءَ الله
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melakukan shalat dhuha sebanyak empat rakaat, dan terkadang beliau menambah sekehendak Allah."
Sedangkan pelaksanaannya adalah dengan cara sholat 2 Rakaat terus salam, Rasulullah bersabda dari Hadits Abdullah bin Umar Radhiallallahu anhu.
صَلَاةُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى
“Sholat Malam dan siang itu Dua rakaat Dua rakaat” (H.R Abu Daud no 1295, At-Tirmidzi no 597, An-Nasai no 1666, Ibnu Majah no 1322, Ahmad no 4791 dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam kitabnya Shohihul Jami’ Ash-Shogir Wa Ziyadatuh no. 3831)
Komentar
Posting Komentar