Isbal, Definisi, Keutamaan dan Larangan
DEFINISI ISBAL
Isbal secara bahasa mashdar dari kata (أسبل – يسبل – إسبالا) , yang bermakna “Irkho'an” yakni Menurunkan, melabuhkan, dan juga memanjangkan.
Sedangkan menurut Istilah adalah
إطالةُ الثَّوبِ إلى ما تحتَ الكعبَين
Memanjangkan, menurunkan, atau melabuhkan pakaian (sarung, celana, jubah, dan sejenisnya) hingga menutupi atau melebihi mata kaki”
(An-Nihayah Ibnul Atsir : 2/339, Syarh Nawawi Ala Muslim : 14/62, Al-Majmu’ : 4/457)
Atau juga
إِرْسَال الشَّيْءِ مِنْ عُلُوٍّ إِلَى سُفْلٍ
“Menurunkan sesuatu (pakaian) dari atas ke bawah”
(Mausuah Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah : 3/142)
KEUTAMAAN TIDAK ISBAL
1. Mengambil sunnah Rasul dan merupakan bagian ajaran islam itu sendiri
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menasehati pemuda, yaitu Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma, untuk mengangkat pakaiannya sampai setengah betis.
مررت على رسول الله صلى الله عليه وسلم وفي إزاري استرخاء فقال: يا عبد الله ارفع إزارك! فرفعته. ثم قال: زد! فزدت. فما زلت أتحراها بعد. فقال بعض القوم: إلى أين؟ فقال: أنصاف الساقين
“Aku (Ibnu Umar) pernah melewati Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sementara kain sarungku terjurai (sampai ke tanah). Beliau pun bersabda, “Hai Abdullah, naikkan sarungmu!”. Aku pun langsung menaikkan kain sarungku. Setelah itu Rasulullah bersabda, “Naikkan lagi!” Aku naikkan lagi. Sejak itu aku selalu menjaga agar kainku setinggi itu.” Ada beberapa orang yang bertanya, “Sampai di mana batasnya?” Ibnu Umar menjawab, “Sampai pertengahan kedua betis.”
(HR. Muslim 2086)
Dalam hadits shohih yang lain disebutkan tentang batas pakaian seorang laki-laki dari Sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu anhu
أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَسْفَلِ عَضَلَةِ سَاقِي أَوْ سَاقِهِ، فَقَالَ : " هَذَا مَوْضِعُ الْإِزَارِ، فَإِنْ أَبَيْتَ فَأَسْفَلَ، فَإِنْ أَبَيْتَ فَأَسْفَلَ، فَإِنْ أَبَيْتَ فَلَا حَقَّ لِلْإِزَارِ فِي الْكَعْبَيْنِ
"Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam memegang betisku dan bersabda: “Ini adalah batas pakaian, jika engkau tidak mau (ingin menambah panjangnya) maka boleh dibawahnya sedikit, dan jika engkau tidak mau, maka tidak diperbolehkan pakaian melebihi mata kaki."
(H. R Tirmidzi no 3572, Ibnu Majah no 17782, dan Ahmad no 23243)
2. Menjadikan Rasulullah Uswatun Hasanah
Dalam suatu hadits disebutkan, tentang kisah seorang Sahabat, kemudian Rasulullah menegur beliau supaya menjadikan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam suri teladan yang baik. Inilah kisahnya
Ubaid bin Khalid al-Muharibi Radhiallahu anhu berkisah,“Saat aku berjalan di kota Madinah, aku adalah seorang pemuda yang memakai sekadar burdah putih, yang terjulur kebawahnya, tiba-tiba datanglah seseorang, dan meliputiku dengan tongkat bersamanya, kemudian ia berkata dari belakangku, ‘Angkatlah pakaianmu! Sungguh, itu bisa menambah takwamu’.”
فَالْتَفَتُّ، فَإِذَا هُوَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ مَلْحَاءُ. قَالَ : " وَإِنْ كَانَتْ بُرْدَةً مَلْحَاءَ
Lalu aku memilirik kebelakang, Ternyata, orang tersebut adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Aku menjawab, “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya ini hanya sekadar burdah putih.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَمَا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ؟ فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارُهُ إلى نصف ساقيه
“Apakah engkau tidak ingin meneladani diriku?”Aku pun memerhatikan sarung beliau, ternyata sampai di pertengahan betis.
(HR. Tirmidzi dalam Syamail Muhammadiyah dan dinyatakan Shohih oleh Al-Albani dalam Mukhtasornya hlm 97)
3. Lebih bertakwa dan lebih Bersih
Dalam hadits yang panjang didalam shohih bukhori disebutkan, tentang kisah akhir hidupnya Umar Bin Khattab ketika beliau sudah ditusuk seorang Abu Lu’luah Al-Majusi, beliau meminta mencegat seorang pemuda supaya kembali, ini juga membuktikan bahwa isbal ini merupakan yang besar, yang tidak bisa dianggap remeh. Dan ini merupakan kisahnya
وَجَاءَ رَجُلٌ شَابٌّ فَقَالَ : أَبْشِرْ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ بِبُشْرَى اللَّهِ، لَكَ مِنْ صُحْبَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدَمٍ فِي الْإِسْلَامِ مَا قَدْ عَلِمْتَ، ثُمَّ وَلِيتَ فَعَدَلْتَ، ثُمَّ شَهَادَةٌ. قَالَ : وَدِدْتُ أَنَّ ذَلِكَ كَفَافٌ ؛ لَا عَلَيَّ وَلَا لِي، فَلَمَّا أَدْبَرَ إِذَا إِزَارُهُ يَمَسُّ الْأَرْضَ، قَالَ : رُدُّوا عَلَيَّ الْغُلَامَ، قَالَ : ابْنَ أَخِي، ارْفَعْ ثَوْبَكَ ؛ فَإِنَّهُ أَبْقَى لِثَوْبِكَ، وَأَتْقَى لِرَبِّكَ
"Tiba-tiba datang seorang pemuda seraya berkata; "Berbahagialah anda, wahai Amirul Mu'minin dengan kabar gembira dari Allah untuk anda karena telah hidup dengan mendampingi (menjadi shahabat) Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan yang terdahulu menerima Islam berupa ilmu yang anda ketahui. Lalu anda diberi kepercayaan menjadi pemimpin dan anda telah menjalankannya dengan adil lalu anda mati syahid". 'Umar berkata, "Aku sudah merasa senang jika masa kekhilafahanku berakhir netral, aku tidak terkena dosa dan juga tidak mendapat pahala." Ketika pemuda itu berlalu, tampak pakaiannya menyentuh tanah, maka 'Umar berkata; "Bawa kembali pemuda itu kepadaku". 'Umar berkata kepadanya; "Wahai anak saudaraku, Angkatlah pakaianmu karena yang demikian itu lebih bersih pakaianmu dan lebih membuatmu taqwa kepada Rabbmu.”
(HR. Bukhari : 300)
LARANGAN ISBAL
4. Menyelisihi Rasulullah
Dalam suatu hadits shohih tentang batas pakaian yang terbaik dan paling utama bagi seorang muslim, beliau menyebutkan sampai pertengahan betis, dari sahabat Abi Said Al-Khudriy Radhiyallahu anhu berkata, bahwasannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda
إِزْرةُ المُسلِمِ إلى نِصفِ السَّاقِ، ولا حَرَجَ- أو لا جُناحَ- فيما بينه وبين الكَعبَينِ، ما كان أسفَلَ مِن الكَعبَينِ فهو في النَّارِ، مَن جَرَّ إزارَه بطَرًا لم ينظُرِ اللهُ إليه
“Kain sarung seorang muslim sebatas setengah betis, dan tidak berdosa antara batas setengah betis hingga dua mata kaki. Adapun apa yang ada di bawah kedua mata kaki adalah di neraka. Dan barangsiapa menjulurkan kain sarungnya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat”.
(H. R Abu Daud no 4093, Ibnu Majah no 3570, Malik dalam Muwatho no 2657, dan Ahmad no 11010)
Menyelesihi sunnah termasuk perkara yang tidak bisa dianggap ringan, karena kewajiban setiap muslim untuk mengamalkan setiap sendi agama dalam segala perkara baik datangnya dari Al-Qur’an atau Sunnah.
Allah Azza Wajalla berfirman :
فَلَا وَرَبِّكَ لَا یُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ یُحَكِّمُوكَ فِیمَا شَجَرَ بَیۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا یَجِدُوا۟ فِیۤ أَنفُسِهِمۡ حَرَجࣰا مِّمَّا قَضَیۡتَ وَیُسَلِّمُوا۟ تَسۡلِیمࣰا
"Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."
(Surat An-Nisa : 65)
5. Allah tidak menyukai kesombongan dan Isbal
Dalam hadits shohih yang panjang dari sahabat Jabir Bin Sulaim Radhiyallahu ‘anhu, menyebutkan bahwa isbal sendiri itu adalah kesombongan
لَا تَسُبَّنَّ أَحَدًا ". قَالَ : فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ حُرًّا وَلَا عَبْدًا، وَلَا بَعِيرًا وَلَا شَاةً. قَالَ : " وَلَا تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ، وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ ؛ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ، وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ، فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ، وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الْإِزَارِ ؛ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمَخِيلَة
“Janganlah kalian mencela orang lain. Janganlah kalian meremehkan kebaikan sedikitpun, walaupun itu hanya dengan bermuka ceria saat bicara dengan saudaramu. Itu saja sudah termasuk kebaikan. Dan naikan kain sarungmu sampai pertengahan betis. Kalau engkau enggan, maka sampai mata kaki. Jauhilah Isbal dalam memakai kain sarung (pakaian). Karena Isbal itu (sendiri) adalah kesombongan. Dan Allah tidak menyukai kesombongan.”
(H. R Abu Daud no 4084, Tirmidzi no 2722, Ahmad no 20632, Baihaqi no 21623, dan dinyatakan shohih oleh Syaikh Al-Albani dalam Shohih Sunan Abu Daud no 4084, dan dan Muqbil Al-Wadi’i dalam kitab Shohihul Musnad no 202)
Dalam hadits shohih yang lain disebutkan tentang teguran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada sahabatnya.
يَا سُفْيَانَ بْنَ سَهْلٍ، لَا تُسْبِلْ ؛ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُسْبِلِينَ
“Wahai Sufyan, janganlah engkau Isbal, Karena Allah tidak mencintai orang-orang yang musbil”.
(H. R Ibnu Majah no 3574, Ahmad nk 18151, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Ash-Shohihah no 4004)
6. Diancam dengan Hukuman Neraka
Berdasarkan hadits yang sangat banyak berisi ancaman neraka, bagi yang melabuhkan pakaiannya, salah satunya masyhur dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ
“Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di dalam neraka.”
(H R Bukhori no 5787, Muslim no 2087, Abu Daud no 638, An-Nasai no 5330, Ibnu Majah no 3571, Malik no 2655, dan Ahmad no 7467).
Imam Bukhori mencantumkan dalam judul bab nya bahwa yang menjulurkan dibawah kedua mata kaki didalam neraka. Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah menjelaskan, Demikianlah, Al-Bukhari Rahimahullah menyebutkan secara mutlak dan tidak memberikan taqyid (pembatasan) dengan ‘sarung’ sebagaimana yang terdapat di dalam lafadz hadits. Ini adalah isyarat bahwa hukum isbal berlaku secara umum baik untuk sarung, jubah, maupun pakaian lainnya.
7. Diancam Allah tidak akan memandangnya di Hari kiamat, dan Tidak akan diajak Bicara
Inilah merupakan yang paling menyedihkan, bagi yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong, terdapat dalam hadits shohih dari sahabat Abu Huroirah Radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ". قَالَ : فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَ مِرَارًا. قَالَ أَبُو ذَرٍّ : خَابُوا، وَخَسِرُوا، مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : " الْمُسْبِلُ ، وَالْمَنَّانُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
“Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, dan tidak akan memperhatikan mereka , dan tidak akan menyucikan mereka dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu Dzar berkata : “Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah bersabda: “Al-Musbil yakni Orang yang suka memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.”
(H. R Muslim no 106, Abu Daud no 4087, Tirmidzi no 1211, An-Nasai no 2563, Ibnu Majah no 2208, Ad-Darimi no 2647, Ahmad no 21318)
Inilah beberapa keutamaan tidak isbal dan larangan isbal, banyak sekali hadits yang shohih tentang larangan isbal itu sebenarnya, bahkan para ulama menyebutkan haditsnya yang mutawair, seperti yang dikatakan oleh Syaikh Bakr bin Abu Zaid Rahimahullah dalam kitabnya “Hadd Ats Tsaub Wal Uzroh Wa Tahrimul Isbal Wa Libasus Syuhroh”.
Lalu pertanyaannya : Masihkah kita Isbal? Lalu Kalo seandainya kita Isbal Apakah dengan Isbal merubah seorang akan jadi jelek? Lalu apa susahnya ketika seorang mamakai celananya diatas mata kaki, sedangkan Rasul Shallallahu alaihi wasallam memakai sampai setengah betis? Bukankah kita Cinta Rasulullah? Lalu sejauh Mana kita mencintai Rasulullah? Dan jawabannya ini kembali kepada masalah keimanan kita.
Sebenarnya jika ia adalah seorang pencari kebenaran, cukuplah satu hadits yang shohih, itu sebagai hujjah yang nyata, kemudian ia mengamalkannya sebagai bentuk kehati-hatian, akan perkara yang besar ini. Karena pada hakikatnya seorang muslim adalah seorang yang berserah diri dan tunduk dan patuh akan aturan Allah, dan berlepas diri dari kesyirikan, demi mencari keridhoan-Nya dan menggapai Syurga-Nya. Semoga Allah memberikan kita taufiq.
Komentar
Posting Komentar